Perpanjangan kontrak Freeport masih dibahas



JAKARTA. Jauh panggang dari api. Upaya pemerintah untuk menguasai sumber daya alam Indonesia, khususnya areal pertambangan tembaga yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia, masih berlangsung alot dan cenderung jalan di tempat.

Bahkan, perkembangan renegosiasi kontrak karya (KK) antara pemerintah dengan perusahaan Amerika Serikat itu lebih mengakomodasi keinginan Freeport dibandingkan dengan memenuhi amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Sekarang ini, berembus kabar perusahaan yang telah berada di ujung timur Indonesia sejak 1967 silam itu, telah memperoleh persetujuan perpanjangan untuk menggelar kegiatan penambangan hingga 2041 mendatang.


Persetujuan perpanjangan kontrak itu diberikan pemerintah setelah Freeport bersedia melepas kepemilikan sahamnya hingga 20%, menciutkan wilayah tambangnya, menaikkan tarif royalti menjadi 3,75%, serta memiliki rencana pembangunan pabrik pemurnian (smelter).

Tapi, R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menampik kabar soal persetujuan perpanjangan kontrak Freeport. "Belum ada kesepakatan tentang perpanjangan kontrak, semua masih dalam kajian sehingga renegosiasi belum final," kata dia kepada KONTAN, Minggu (23/3).

Menurut Sukhyar, sekarang ini, pihaknya masih fokus untuk mendorong rencana pembangunan smelter copper cathode yang akan digelar Freeport bersama PT Antam Tbk. Dengan begitu, target pemerintah agar konsentrat tembaga yang mengandung emas dan perak dapat dimurnikan seluruhnya di Indonesia pada 2017 mendatang tercapai.

Sukhyar menambahkan, keinginan Freeport yang hanya mau divestasi 20% saham juga masih dalam pembahasan dan belum ada keputusan dari pemerintah. "Kami sedang konsentrasi pada realisasi kegiatan pemurnian mineral Freeport dulu," ujarnya.

Edi Prasodjo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM sekaligus koordinator pelaksana renegosiasi kontrak menjelaskan, saat ini, pemerintah sedang memfinalisasi rancangan PP yang akan memuat klausul divestasi saham. Rencananya, perusahaan yang mengeluarkan investasi besar berupa integrasi kegiatan hulu tambang dan smelter, serta pembangunan tambang bawah tanah (underground) akan diberikan insentif berupa divestasi tidak sebesar 51% saham.

ESDM masih menyamakan persepsi dulu tentang besaran divestasi perusahaan. "Karenanya, kami sedang berupaya untuk segera menerbitkan rancangan PP khusus divestasi saham untuk perusahaan terintegrasi dan tambang underground," ujar Edi. Khusus bagi perusahaan terintegrasi, kewajiban divestasinya sekitar 40% saham.

Freeport siap IPO

Daisy Primayanti, Juru Bicara Freeport Indonesia mengatakan, perusahaannya terus menggelar dialog dengan pemerintah untuk penyelesaian renegosiasi KK. "Kami telah menyampaikan keinginan perusahaan dalam divestasi saham, termasuk opsi penawaran ke publik melalui Bursa Efek Indonesia hingga 20% saham," ujar dia.

Sebelumnya, Rozik B Soetjipto, Presiden Direktur Freeport Indonesia mengatakan, pihaknya menginginkan kepastian rencana kerja jangka panjang hingga dua kali perpanjangan kontrak sampai 2041. Seperti diketahui, kontrak karya Freeport akan habis 2021. Nah, dari 2021-2041, Freeport sudah menyiapkan dana US$ 7,1 miliar untuk mendulang tembaga dan emas di tambang bawah tanah, yakni, DOZ, DEPP MLZ, dan juga tambang Kucing Liar.

Daisy mengungkapkan, pihaknya juga telah bersedia menciutkan areal tambang dari 212.950 hektare (ha) menjadi sekitar 127.000 ha. Untuk poin royalti, Freeport juga rela menaikkan setoran menjadi 4% untuk tembaga, 3,75% untuk emas, dan 3,25% untuk penjualan perak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan