JAKARTA. Proses perpisahan kongsi Grup Bakrie dengan PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) terus tertunda. Dalam jawaban kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) Kamis (14/3), pihak PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) menuturkan, kedua belah pihak masih mengkaji struktur, syarat dan ketentuan rencana pemisahan kongsi tersebut. Sejak akhir 2011, Bakrie-BORN menjalin kemitraan dalam rangka investasi di Bumi Plc. Kala itu, mereka membentuk dua special purpose vehicle (SPC) yaitu Bumi Energi & Metal Pte Ltd (BBEM) dan Bumi Borneo Resources Pte. Ltd. (BBR). BNBR tercatat menguasai 21,85% saham BBEM dan 22,75% BBR. "Tidak ada perubahan kepemilikan saham BNBR pada kedua entitas tersebut hingga saat ini," dalam jawaban tertulis yang ditandatangani R.A. Sri Dharmayanti, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BNBR.
Dua SPV itulah yang kemudian menjadi kendaraan Bakrie-BORN untuk menanamkan investasi di Bumi Plc. Kepemilikan saham BBEM dan BBR di Bumi Plc tercatat masing-masing 22,5% dan 25,1%. Saham Bumi Plc yang dimiliki BBEM seluruhnya merupakan voting shares. Artinya, saham tersebut memiliki hak suara dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan Bumi Plc. Sebaliknya, saham Bumi Plc milik BBR seluruhnya berstatus suspended-voting shares. "Perseroan memiliki saham voting shares di BBEM sebanyak 6,56%," jelas Dharmayanti. Masalahnya, masa depan BBEM dan BBR menjadi mengambang seiring keputusan Grup Bakrie mengajukan proposal untuk keluar dari Bumi Plc. Grup Bakrie berniat menukar 23,8% saham di Bumi Plc dengan 10,2% saham Bumi Plc di PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Bakrie juga berniat membeli 18,9% saham Bumi Plc di BUMI senilai US$ 278 juta. Kendati demikian, BNBR hanya akan terlibat dalam proses pertukaran saham Bakrie di Bumi Plc dengan saham BUMI milik Bumi Plc. Pembelian kembali saham BUMI yang sekarang dikuasai Bumi Plc akan dilakukan entitas Bakrie lainnya yaitu Long Haul Holdings Ltd. Kondisi itulah yang kemudian mengharuskan Bakrie-BORN untuk mengakhiri kongsi dengan jalan menutup BBEM dan BBR. Poin negosiasi utama yang alot dalam perpisahan Bakrie-BORN tentu saja masalah kompensasi. Pada akhir 2011 lalu, BORN boleh dikatakan menjadi juru selamat dengan membeli 23,8% saham Bumi Plc dari Bakrie senilai US$ 1 miliar. Untuk memuluskan transaksi tersebut, BORN rela berutang kepada Standard Chartered Bank (Stanchart) dengan nilai yang sama. Masalahnya, harga saham Bumi Plc ternyata terus merosot di bawah harga pembelian BORN. Imbasnya, nilai kekinian investasi BORN di Bumi Plc ditaksir hanya mencapai US$ 300 juta saja.
BORN tentu meminta kompensasi dari Grup Bakrie yang tiba-tiba memutuskan cabut sepihak dari Bumi Plc. Manajemen BORN sendiri berkali-kali meminta kompensasi dalam bentuk tunai. Maklum, BORN butuh dana besar untuk mencicil utangnya kepada Stanchart. Di sisi lain, Bakrie belum memutuskan bentuk kompensasi yang akan diberikan kepada BORN. Nirwan D. Bakrie, petinggi Grup Bakrie pernah mengungkapkan skenario untuk memberikan kompensasi berwujud 50% saham Bakrie di BUMI dan 50% saham Rosan Roeslani di PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU). Tarik ulur bentuk kompensasi inilah yang kemudian membuat proses perceraian kongsi Bakrie-BORN terus tertunda. Terlebih, "Perseroan masih melakukan kajian hukum dan akuntansi sebelum memutuskan status kedua perusahaan yang dimaksud," ungkap Dharmayanti. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri