Perppu Cipta Kerja Banjir Kritik, Airlangga: Demokrasi Harus Ada yang Memberi Kritik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto angkat bicara mengenai banyaknya kritik atas terbitnya penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.

Menurut Airlangga, terbitnya Perppu Cipta Kerja memberi kepastian hukum. Menurutnya, jika tidak ada Perppu tersebut akan berdampak pada keberlanjutan isi pengaturan dan lembaga yang terbentuk setelah terbitnya Omnibus Law UU Cipta Kerja. Seperti Badan Bank Tanah, Lembaga Pengelola Investasi (Sovereign Wealth Fund) dan lainnya.

"Demokrasi kan harus ada yang memberi apresiasi dan mengkritik," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (5/1).


Seperti diketahui, berbagai kritikan muncul atas terbitnya Perppu Cipta Kerja dari berbagai kalangan. Mulai dari LSM masyarakat sipil, cendekiawan, akademisi, buruh hingga pengusaha.

Baca Juga: Wapres: Perppu Cipta Kerja untuk Jaga Stabilitas Ekonomi

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai, terbitnya Perpu Cipta Kerja merupakan langkah pemerintah untuk menghindar dari tanggungjawab memperbaiki undang undang tersebut. Karena waktu masa perbaikan akan mencapai tenggat waktu pada tahun depan.

Pemerintah tidak ingin undang undang tersebut dibatalkan dan menggunakan celah untuk kemudian memaksakan lahirnya Perpu.

Feri menyebut, langkah yang diambil pemerintah merupakan pembodohan terhadap publik dan langkah inkonstitusional yang ngawur. Meski diterbitkan dalam bentuk Perppu, Feri mengatakan, Perppu Cipta Kerja tetap bisa digugat oleh pihak-pihak yang merasa kurang puas atas terbitnya Perppu tersebut.

“Bisa digugat pembentukan Perppu-nya dan materi muatannya di Mahkamah Konstitusi. Juga bisa di-TUN (tata usaha negara) kan tindakan pemerintah yang abai terhadap administrasi yang benar dalam pembentukan undang undang ataupun perppu,” ucap Feri.

Selain itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah contoh pemerintahan yang seolah berada di atas hukum (rule by law).

Baca Juga: OPSI Minta Pemerintah Tarik Perppu No.2/2022 dan Perbaiki UU Cipta Kerja

Menurutnya, dengan putusan MK yang seharusnya lebih berperan dalam melakukan revisi UU Cipta Kerja adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bukan mengambil jalan keluar dengan menerbitkan Perppu dengan alasan kegentingan.

"Peran MK dan DPR diabaikan. Ini bukan contoh rule of law yang baik tapi jadi contoh rule by law yang kasar dan sombong," kata Jimly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto