Perppu data pajak bisa kerek rating Indonesia



JAKARTA. Saat ini, pemerintah masih menyiapkan Perppu pertukaran data pajak guna mendukung berjalannya Automatic Exchange of Information (AEoI) pada 2018. Bila nantinya Perppu tersebut sudah jadi, tingkat kepatutan (compliant) Indonesia dalam The Global Forum OECD bisa naik.

Saat ini, Indonesia sendiri menurut Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama, masih masuk dalam kategori yurisdiksi yang partially compliant. Kalah dengan Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam. Bahkan, Indonesia juga masih di bawah negara-negara lain seperti Bermuda, British Virgin Islands, dan Cayman Islands.

Berdasarkan asesmen OECD, negara-negara yang memiliki tingkat yang sama dengan Indonesia di antaranya Andorra, Anguilla, Antigua dan Barbuda, Costa Rica, Curacao, Dominika, Republik Dominika, Samoa, Sint Maarten, Turki, Uni Emirat Arab. Asesmen akan dilakukan lagi pada semester kedua tahun ini oleh The Global Forum.


“Kalau Perppu-nya bisa ditekan. Rating Indonesia bisa naik,” kata Hestu saat ditemui di Gedung Mar’ie Muhammad DJP Pusat, Jakarta, Kamis (16/3).

Ia melanjutkan, hal ini terjadi karena Indonesia merupakan salah satu negara di dunia masih memiliki UU kerahasiaan perbankan sehingga tidak memiliki akses yang baik terhadap data Wajib Pajak (WP).

Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika hal itu masih terjadi, Indonesia berpotensi dikucilkan oleh negara lain. Sebab sudah banyak negara di dunia yang memiliki keterbukaan informasi di industri keuangan.

Nantinya melalui Perppu, DJP bisa secara otomatis membuka data nasabah. Perppu ini dikehendaki menggantikan beberapa pasal terkait dengan kerahasiaan dalam UU perbankan, UU perbankan syariah, UU pasar modal, dan UU Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Namun demikian, di sisi lain dalam hal menjaga kerahasiaan data yang diterima oleh otoritas pajak, Indonesia telah lulus dengan baik. Itu artinya, Indonesia sudah bisa menjaga kerahasiaan informasi sesuai dengan ketentuan domestik.

“Jadi artinya, pasal 34 UU KUP. Jadi masalah confidential dan data safeguard, Indonesia lulus, karena masalah kerahasiaan di sini ketat,” ujar Hestu.

Hestu menjelaskan, bila sebuah yurisdiksi tidak lulus, maka dalam AEoI, mereka tetap memiliki kewajiban memberikan data ke negara mitra. Namun demikian, ada risiko negara mitra tidak ingin bertukar data dengan mereka.

“Karena khawatir informasi yang kita berikan bisa leaked,” ucapnya.

Nah, apabila ada unsur perangkat hukum domestik yang belum berlaku sampai 31 Mei 2017, Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) yang sudah ditandatangani Indonesia tidak bisa diaktifkan.

Untung saja, meski belum merilis Perppu, Menteri Keuangan telah lebih dulu merilis PMK 39 soal AEoI yang memberi kewenangan bagi otoritas pajak untuk mengumpulkan dan menukarkan info keuangan dari bank, pasar modal, dan perasuransian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie