JAKARTA. Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruh Undang-undang nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Mahkamah Konstitusi. "MK telah MK menjalankan tugasnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang independen sekaligus pengawal konstitusi (the guardian of constitusion) yang tidak dapat diintervensi cabang kekuasaan lainnya," kata Basarah dalam keterangannya, Jumat (14/2/2014). Basarah mengatakan sejak awal kehadiran Perppu nomor 1 tahun 2013 memang terkesan dipaksakan dan menunjukkan ketidakpahaman presiden akan substansi UUD NRI Tahun 1945 yang dibuktikan dengan cacat formil. "Tidak memenuhi syarat hal ihwal kegentingan memaksa dan cacat materiil bertentangannya ketentuan pembentukan panel ahli untuk rekruitmen hakim MK oleh KY dan pengawasan hakim MK melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) dibawah KY dengan Pasal-Pasal dalam UUD 1945," ujarnya Kemudian, kata Basarah, putusan MK yang membatalkan UU penetapan Perppu MK menunjukkan bahwa sejak awal penerimaan beberapa fraksi di DPR akan Perppu MK ini terkesan terpaksa akibat lobi politik dari partai penguasa yang akhirnya menyebabkan DPR tidak dapat secara objektif melihat keberadaan Perpu ini dari kacamata hukum dan konstitusi. "Mengingat putusan MK ini mempunyai sifat final dan mengikat maka segera setelah putusan ini pihak-pihak terkait harus menindaklanjutinya dan menghindarkan segala bentuk penghinaan terhadap putusan MK ini yg mengarah pada contemp of court (penghinaan pengadilan)," katanya. Untuk itu, ujar Wasekjen PDIP, DPR segera harus bekerja memilih hakim MK sebagai pengganti Akil Mochtar dan Harjono yang akan segera pensiun untuk melengkapi komposisi 9 hakim MK yang akan mengadili sengketa pemilu dengan mendasarkan pada UU MK yaitu UU No.24 tahun 2003 yg telah diubah dengan UU No.8 Tahun 2011. "Saya imbau kepada semua pihak untuk menghormati putusan MK tersebut," katanya. (Ferdinand Waskita)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Perppu MK dipaksakan sejak awal
JAKARTA. Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruh Undang-undang nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Mahkamah Konstitusi. "MK telah MK menjalankan tugasnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang independen sekaligus pengawal konstitusi (the guardian of constitusion) yang tidak dapat diintervensi cabang kekuasaan lainnya," kata Basarah dalam keterangannya, Jumat (14/2/2014). Basarah mengatakan sejak awal kehadiran Perppu nomor 1 tahun 2013 memang terkesan dipaksakan dan menunjukkan ketidakpahaman presiden akan substansi UUD NRI Tahun 1945 yang dibuktikan dengan cacat formil. "Tidak memenuhi syarat hal ihwal kegentingan memaksa dan cacat materiil bertentangannya ketentuan pembentukan panel ahli untuk rekruitmen hakim MK oleh KY dan pengawasan hakim MK melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) dibawah KY dengan Pasal-Pasal dalam UUD 1945," ujarnya Kemudian, kata Basarah, putusan MK yang membatalkan UU penetapan Perppu MK menunjukkan bahwa sejak awal penerimaan beberapa fraksi di DPR akan Perppu MK ini terkesan terpaksa akibat lobi politik dari partai penguasa yang akhirnya menyebabkan DPR tidak dapat secara objektif melihat keberadaan Perpu ini dari kacamata hukum dan konstitusi. "Mengingat putusan MK ini mempunyai sifat final dan mengikat maka segera setelah putusan ini pihak-pihak terkait harus menindaklanjutinya dan menghindarkan segala bentuk penghinaan terhadap putusan MK ini yg mengarah pada contemp of court (penghinaan pengadilan)," katanya. Untuk itu, ujar Wasekjen PDIP, DPR segera harus bekerja memilih hakim MK sebagai pengganti Akil Mochtar dan Harjono yang akan segera pensiun untuk melengkapi komposisi 9 hakim MK yang akan mengadili sengketa pemilu dengan mendasarkan pada UU MK yaitu UU No.24 tahun 2003 yg telah diubah dengan UU No.8 Tahun 2011. "Saya imbau kepada semua pihak untuk menghormati putusan MK tersebut," katanya. (Ferdinand Waskita)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News