Perppu UU Cipta Kerja, OPSI: Produk Hukum yang Tak Konsisten dengan UUD 1945



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tertanggal 30 Desember 2022 terkait UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Kehadiran perppu tersebut menggugurkan status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja yang telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai, perppu tersebut merupakan produk hukum yang tidak konsisten dengan UUD 1945.

"Menurut saya kehadiran Perppu No. 2 Tahun 2022 merupakan produk hukum yang tidak konsisten dengan amanat UUD 1945, ketentuan yuridis dan kondisi obyektif di masyarakat," kata Timboel, Minggu (1/1).


Baca Juga: Pemerintah Terbitkan Perppu UU Cipta Kerja, Menko Airlangga: Kebutuhan Mendesak

Ia menyebut, pada pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Dus, ia menilai, dengan terbitnya perppu tersebut, amanat UUD 1945 dengan mudah dan sengaja dikacaukan pemerintah.

Kemudian mengacu pada Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, diamanatkan materi muatan perppu sama dengan materi muatan UU. Timboel mengatakan, seharusnya muatan Perppu Nomor 2 tahun 2022 memuat dan merujuk pada putusan MK.

"Namun Perppu Nomor 2/2022  ini malah menganulir putusan MK. Pemerintah tidak membangun budaya hukum yang baik, malah menggunakan kekuasaan untuk menihilkan Putusan MK," kata Timboel.

Perppu Nomor 2/2022, menurut Timboel, menciptakan ketidakseimbangan diantara ketiga kekuasaan kehakiman dan kekuasaan pemerintah melebihi kekuasaan yudikatif.

"Memang kewenangan presiden menetapkan perppu, yang didasarkan pada hal ihwal kegentingan yang memaksa. Namun klaim kegentingan yang memaksa yang menjadi dasar lahirnya Perppu No. 2 tahun 2022 tidak didasari pada nilai objektifitas," tandasnya.

Menurutnya, putusan MK tidak membatalkan isi UU Cipta Kerja dan regulasi operasionalnya. Putusan MK yang memutus inkonstitusional bersyarat, hanya memasuki sisi formil, belum ke materi UU Cipta Kerja.

"Jadi kebutuhan mendesak apa untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat, ketika UU Cipta Kerja tetap berlaku dan beroperasi hingga saat ini. Bukankah pemerintah juga meyakini UU Cipta Kerja dibuat untuk bisa mengatasi masalah krisis," tegasnya.

Baca Juga: Pakar Hukum Denny Indrayana: Terbitkan Perpu No 2/2022 Presiden Lecehkan Putusan MK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat