Perpres 12/2021 terbit, pemerintah wajib alokasikan 40% belanja barang untuk UMK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melakukan sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mengatakan, Perpres tersebut memuat sejumlah substansi perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Salah satunya terkait kewajiban kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk belanja barang/jasa dari usaha mikro dan kecil (UMK).

“Usaha mikro, kecil dan koperasi diberikan kesempatan minimal 40% terlibat dalam proses pengadaan anggaran belanja barang/jasa, APBN dan APBD,” kata Roni saat diskusi virtual, Rabu (24/2).


Roni mengatakan, sebelum adanya perubahan substansi, tidak ada kewajiban persentase minimal belanja pengadaan ke UMK. Namun, sesuai dengan salah satu tujuan UU cipta kerja maka dicantumkan persentase tersebut untuk UMK.

Baca Juga: Upaya pemerintah mendorong Usaha Mikro Kecil (UMK) naik kelas

“Kalau tidak ada yang mampu, usaha menengah dan besar masuk silahkan,” terang dia.

Selain itu, Roni mengatakan, paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp 15 miliar diperuntukkan bagi usaha kecil dan/atau koperasi. Hal ini mengikuti perubahan definisi usaha kecil dalam PP nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah. PP 7/2021 menyebutkan, suatu usaha masih dikategorikan dalam usaha kecil jika memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 15 miliar.

“Nilai pagu anggaran pengadaan dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil dan koperasi,” ujar dia.

Roni menyebut, melalui Perpres 12/2021, Kementerian Koperasi dan UKM, serta pemerintah daerah memperluas peran serta usaha kecil dan koperasi dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dalam katalog elektronik.

Kemudian, kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 %. “Wajib hukumnya,” tutur Roni.

Selanjutnya: UMK Menjadi Prioritas di Proyek-Proyek Pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi