KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menyusun rancangan peraturan presiden tentang pemungutan dan penyaluran dana kompensasi batubara. Berdasarkan draf Peraturan Presiden tentang Pemungutan dan Penyaluran Dana Kompensasi Batubara yang diperoleh Kontan, disebutkan bahwa dana kompensasi batubara dibayarkan ke rekening Instansi Pengelola secara penuh sebelum komoditas batubara dilakukan pengangkutan dalam rangka penjualan batubara. Hal itu tercantum dalam Pasal 8 draf Perpres tersebut. Adapun, formula dana kompensasi batubara ditentukan berdasarkan variabel rasio tarif; selisih harga antara harga batubara acuan (HBA) dengan harga jual batubara untuk penyediaan kelistrikan untuk kepentingan umum, industri pupuk, dan semen, yang dijual di dalam negeri; dan volume penjualan batubara.
Kelak, dalam rangka pengelolaan dana kompensasi batubara, ditunjuk PT Bank Mandiri (Persero) Tbk; PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk; dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, sebagai mitra instansi pengelola untuk melakukan pengelolaan dana kompensasi batubara. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, sama seperti royalti, pembayaran royalti itu dilakukan sebelum batubara diangkut baik untuk ekspor maupun untuk tujuan domestik. Sehingga dalam RPerpres pemungutan dan penyaluran dana kompensasi batubara (DKB) dilakukan sebelum pengapalan.
Baca Juga: Penurunan Harga Komoditas Mulai Terbatas, Simak Rekomendasi Saham Sektor Energi "Yang menjadi permasalahan adalah masih terjadi gap/disparitas yang lebar antara HBA dengan harga jual aktual," ujar Hendra kepada Kontan, Jumat (28/7). Hendra menyatakan, permasalahan tersebut yang perlu segera dibenahi sebelum skema penyaluran dan pemungutan diterapkan. Karena hal itu akan semakin merugikan pelaku usaha. Kemudian, lanjut Hendra, dengan adanya aturan penempatan Dana Hasil Ekspor (DHE) minimal 30% di dalam sistem keuangan Indonesia paling kurang 3 bulan ini tentu akan semakin menyulitkan pelaku usaha nantinya. "Jadi beban semakin berat akibat kenaikan tarif royalti, iuran pungut salur DKB, aturan DHE, disparitas HBA dan harga jual sementara biaya operasional di lapangan semakin meningkat akibat kenaikan BBM, inflasi, stripping ratio semakin besar sedangkan harga semakin turun," jelas Hendra. Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menilai pengaturan pasal 8 draf Rperpres tersebut kurang tepat karena dana kompensasi batubara mesti dibayarkan terlebih dahulu sebelum penjualan batubara. Menurutnya, dana kompensasi batubara sebaiknya diberikan setelah ada transaksi penjualan batubara. “Kalau dari kami saya rasa itu kurang tepat ya, belum ada penjualan, masa harus dibayarkan terlebih dahulu (DKB), harga HBA kan juga berubah-ubah ya, fluktuatif,” ujar Anggawira.
Baca Juga: Cara Indonesia Habis-Habisan Merayu Pengusaha Bawa Pulang Devisa Hasil Ekspor Selain itu, Aspebindo mengusulkan perubahan pasal 2 RPerpres menjadai sebagai berikut. Kebijakan nasional pengutamaan batubara untuk kepentingan dalam negeri dilakukan melalui pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri sesuai dengan persentase yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan perhitungan kebutuhan tahunan; pemungutan dana kompensasi batubara untuk setiap penjualan batubara di dalam negeri dan ke luar negeri; dan penyaluran dana kompensasi batubara untuk setiap penjualan batubara di dalam negeri. Aspebindo juga mengusulkan menambahkan kata “Dana” pada pasal Pasal 5 hurub b dan pada Pasal 9 ayat (1). Sehingga maksud pasal tersebut jelas yakni dana kompensasi batubara. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari