Perpres tarif listrik EBT tak kunjung diteken Presiden, ini penjelasan pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Presiden terkait tarif listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga kini belum juga mendapatkan paraf Presiden Joko Widodo kendati telah diserahkan ke Sekretariat Negara sejak akhir tahun 2020.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan saat ini beleid tersebut masih menanti paraf Kementerian lain terkait.

"Sekarang proses kordinasi Setneg untuk minta paraf para menteri terkait misalnya Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN," jelas Dadan dalam Konferensi Pers virtual, Kamis (14/1).

Baca Juga: Kementerian ESDM: Investasi sektor EBTKE capai US$ 1,36 miliar di 2020

Dadan menambahkan, proses diskusi juga telah dilakukan demi memastikan agar Perpres dapat segera terbit. Apalagi, kehadiran beleid ini diharapkan Kementerian ESDM dapat menjadi pendukung utama percepatan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Ia menambahkan, kendati belum diteken pihaknya telah melakukan sosialisasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta Independent Power Producer (IPP) menyoal tarif EBT yang bakal dikenakan.

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengirimkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan oleh PT PLN (Persero).

Dalam salinan surat yang didapat Kontan.co.id, surat tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani pada 18 Desember 2020. "Bapak Presiden yang kami hormati, izinkan kami menyampaikan aspirasi dari para pelaku usaha di bidang energi terbarukan yang tergabung di dalam Kadin Indonesia," sebut Rosan, sebagaimana dikutip Kontan.co.id, Senin (4/1).

Rosan menyampaikan, pelaku usaha nasional di bidang Energi Terbarukan (ET) ingin berkontribusi aktif dalam meningkatkan ketahanan energi nasional, meningkatkan akses terhadap energi bagi seluruh rakyat Indonesia, serta memenuhi komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca global.

Baca Juga: ESDM: Ada potensi 2 gigawatt (GW) untuk konversi 5.200 PLTD ke pembangkit EBT

Sebagaimana yang telah Bapak Presiden sampaikan pada saat berbicara di dalam Konferensi Iklim di Paris yang melahirkan Perjanjian Paris, bahwa Indonesia akan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% melalui diantaranya pemanfaatan ET hingga 23% pada tahun 2025, penanganan sampah perkotaan, pengurangan emisi gas rumah kaca industri, dan pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan" sambung Rosan.

Khusus tentang ET, hingga pada tahun 2019, pencapaian target baru mencapai 9,15%, masih jauh dari target 23%. Padahal waktu yang tersedia hanya kurang dari 5 tahun. "Untuk mengejar ketertinggalan dan agar dapat mencapai target 23% pada tahun 2025, Kadin mengusulkan agar dilakukan percepatan dalam pemenuhan target tersebut," ujar Rosan.

Selanjutnya: Bidik kenaikan penjualan 10%-15%, begini strategi Intraco Penta (INTA) di tahun 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari