KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) menjadi 5,25% dikhawatirkan bakal menekan ekonomi. Namun BI yakin ekonomi RI tahun ini masih tumbuh bagus. Alasannya, dampak pengetatan moneter baru terasa 1,5 tahun lagi. Berikut obrolan Gubernur BI Perry Warjiyo dengan awak media, termasuk jurnalis KONTAN Adinda Ade Mustami dan Titis Nurdiana.
Saat BI mengambil keputusan menaikan bunga acuan 50 basis poin (bps), faktor mana yang paling menentukan, bahwa kali ini harus naik 50 bps bukan naik 25 bps? PERRY: BI adalah institusi yang sangat mapan, semua analisis data indikator selalu kita libatkan dalam proses rapat dewan gubernur (RDG). Setiap bulan di level satker, mereka saling membahas.
Setelah itu diangkat dalam suatu komite gabungan, ada moneter, makroprudensial, sistem pembayaran. Sebelum RDG mereka ketemu dulu untuk mendiskusikan dan mendebatkan, termasuk simulasi-simulasi beberapa rekomendasi atau rekomendasi kebijakan-kebijakan. Nah di RDG, hari pertama itu hasil assessment, proyeksi, dan beberapa opsi kebijakan didebatkan lagi dengan beberapa metode, hitungan, proyeksi, maupun respon kebijakan sehingga kemudian pada hari pertama mengerucut pada beberapa opsi. Kemudian hari kedua adalah memilih opsi yang mana. Yang kita hadapi ini adalah investor global yang
very picky karena dollar yang sangat kuat, suku bunga Amerika Serikat juga tinggi. Sehingga mereka menarik dana dari emerging market, termasuk Indonesia. Kalau mereka mau investasi di
emerging market, mereka akan memilih, membandingkan antara imbal hasil dengan negara lain, risiko, dan segala macam. Kita harus lihat waktu membuat keputusan-keputusan, mana yang harus di-
bechmarking, contohnya adalah India. Perlu 25 bps atau 50? Kalau 25 berarti belum ahead the curve, dibandingkan dengan India. Perlu 50! Keputusan-keputusan itu melalui pertimbangan yang panjang melalui proses RDG yang pertama maupun kedua.
Bagaimana meramu jamu pahit dan jamu manisnya? PERRY: Dulu pernah saya katakan, total dari kenaikan suku bunga BI rate dampaknya terhadap ekonomi, kurang lebih rata-rata membutuhkan waktu 1,5 tahun. Nah supaya jamu pahitnya belum terasa, kita dahului dengan jamu manis.
Makanya, kami sudah hitung, 16 juli ini Giro Wajib Minimum (GWM) reratanya kita naikkan 1,5% menjadi 2% sehingga bank-bank semakin fleksibel mengelola likuiditas. Karena ada tambahan 1,5% dari DPK. Paling enggak tidak perlu hari per hari, tetapi reratanya cukup dua minggu. Apalagi relaksasi makroprudensial, kemarin Bu Fili (Filianingsih Hendarta, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial) bilang sama saya, kalau bisa tiga bulan. Enggak saya enggak mau, kalau bisa satu bulan! Meskipun Bu Fili tambah pucat. Tapi kita umumkan bahwa relaksasi makroprudensial ini kita berlakukan mulai 1 Agustus, jadi sudah berdampak. Sebelum diumumkan pun kita sudah bertemu dengan kalangan dunia usaha, Kadin, REI, developer, perbankan, mereka sudah siap. Mereka sudah paham, itu sudah bisa mulai implementasi. Jadi tidak hanya timing, kesiapan mereka untuk implementasi juga kita sudah lakukan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie