Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) akan mengaudit lembaga survei yang sudah melakukan hitungan cepat. Dari audit itu akan terlihat, di mana letak kesalahan dari lembaga survei sehingga ada perbedaan hitungan antar lembaga pasca Pilpres 2014. Kesalahan lembaga survei itu bisa karena tidak disengaja, namun bisa juga disengaja karena ada unsur kepentingan dari salah satu calon peserta Pilpres 2014. Ketua Dewan Etik Persepi Hari Wijayanto mengatakan, melalui audit tersebut akan terlihat lembaga survei mana yang melakukan kesalahan. Tidak tertutup kemungkinan, kesalahan yang dilakukan oleh lembaga survei itu disengaja untuk memenuhi kepentingan dari salah satu calon. Hari juga menjelaskan lebih dalam metodologi yang seharusnya diterapkan oleh lembaga survei agar hasil hitung cepat ini bisa kredibel. Kamis (10/7), di Institut Pertanian Bogor (IPB), Hari menuturkan pandangannya kepada wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringo. Berikut nukilannya: Mengapa bisa terjadi perbedaan penghitungan cepat dalam pilpres kemarin?Perbedaan dalam hasil survei dan quick count itu wajar dan biasa. Sampel itu, kan, cuma sebagian. Dari yang sebagian itu pun harus diolah lagi. Karena mengambil sebagian, sangat wajar terjadi perbedaan. Biasanya itu tampak dari yang disebut dengan istilah batas kesalahan atau margin of error. Istilah ini mencerminkan beda antara nilai sebenarnya jika survei menghitung seluruhnya, dengan apa yang dihasilkan dari pengamatan sebagian tadi.Kesalahan seperti apa yang mungkin terjadi dalam hitung cepat?Kesalahan itu ada dua jenis, ada sampling error dan non-sampling error. Sampling error berarti kesalahan karena faktor sampel tadi. Kalau semuanya diamati, maka kesalahan nol. Karena salah mengambil sampel, maka ada kesalahan. Nah, tingkat error ini bisa diminimalisir dengan semakin banyak mengambil sampel. Semakin besar sampel, tingkat kesalahan juga semakin kecil. Makanya kecukupan jumlah sampel itu menjadi kewajiban agar mendapatkan dugaan dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi. Itu sudah dilakukan oleh sebagian lembaga survei.
Persepi: Quick count menjadi kontrol dari publik
Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) akan mengaudit lembaga survei yang sudah melakukan hitungan cepat. Dari audit itu akan terlihat, di mana letak kesalahan dari lembaga survei sehingga ada perbedaan hitungan antar lembaga pasca Pilpres 2014. Kesalahan lembaga survei itu bisa karena tidak disengaja, namun bisa juga disengaja karena ada unsur kepentingan dari salah satu calon peserta Pilpres 2014. Ketua Dewan Etik Persepi Hari Wijayanto mengatakan, melalui audit tersebut akan terlihat lembaga survei mana yang melakukan kesalahan. Tidak tertutup kemungkinan, kesalahan yang dilakukan oleh lembaga survei itu disengaja untuk memenuhi kepentingan dari salah satu calon. Hari juga menjelaskan lebih dalam metodologi yang seharusnya diterapkan oleh lembaga survei agar hasil hitung cepat ini bisa kredibel. Kamis (10/7), di Institut Pertanian Bogor (IPB), Hari menuturkan pandangannya kepada wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringo. Berikut nukilannya: Mengapa bisa terjadi perbedaan penghitungan cepat dalam pilpres kemarin?Perbedaan dalam hasil survei dan quick count itu wajar dan biasa. Sampel itu, kan, cuma sebagian. Dari yang sebagian itu pun harus diolah lagi. Karena mengambil sebagian, sangat wajar terjadi perbedaan. Biasanya itu tampak dari yang disebut dengan istilah batas kesalahan atau margin of error. Istilah ini mencerminkan beda antara nilai sebenarnya jika survei menghitung seluruhnya, dengan apa yang dihasilkan dari pengamatan sebagian tadi.Kesalahan seperti apa yang mungkin terjadi dalam hitung cepat?Kesalahan itu ada dua jenis, ada sampling error dan non-sampling error. Sampling error berarti kesalahan karena faktor sampel tadi. Kalau semuanya diamati, maka kesalahan nol. Karena salah mengambil sampel, maka ada kesalahan. Nah, tingkat error ini bisa diminimalisir dengan semakin banyak mengambil sampel. Semakin besar sampel, tingkat kesalahan juga semakin kecil. Makanya kecukupan jumlah sampel itu menjadi kewajiban agar mendapatkan dugaan dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi. Itu sudah dilakukan oleh sebagian lembaga survei.