KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahalnya biaya dana atau cost of fund (CoF) akibat tingginya suku bunga acuan yang berada di level 6% tentu saja membuat biaya operasional membengkak. Hal ini memaksa sejumlah bank tanah air untuk mengerek Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) di kuartal I/2024. Di sisi lain, bank-bank yang memutuskan untuk menaikkan SBDK, tentunya sebagai salah satu upaya untuk mengimbangi mahalnya biaya daya, serta untuk mempertahankan profit dari sisi margin bunga bersih (NIM) agar tetap tinggi. Maklum saja, NIM di di industri perbankan Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan keputusan menaikkan semua SBDK di segala segmen kredit telah mempertimbangkan berbagai hal, baik tingkat bunga di pasar hingga mahalnya biaya daya. "Pertimbangannya karena mau tidak mau kami harus rasional, jika bunga DPK tetap tinggi maka bunga kredit juga harus naik, bukan hanya untuk mempertahankan margin tapi juga untuk tetap profitable setelah biaya kredit," terang Lani kepada Kontan. Baca Juga: Ada Sentimen Insentif Pajak & Pemangkasan Suku Bunga, Cek Rekomendasi Saham Properti Setelah CIMB Niaga, ada PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC Indonesia) yang telah mengumumkan kenaikan SBDK pada Maret lalu, khususnya di segmen kredit ritel dan telah berlaku sejak 26 Maret lalu. OCBC Indonesia tercatat menaikkan SBDK Ritel sebesar 25 bps, dari sebelumnya 8,75% menjadi 9,00% per 26 Maret 2024. Sisanya tidak ada perubahan pada SBDK korporasi yang tetap berada di level 8,25%, dan kredit konsumsi untuk KPR (8,00%) dan non KPR (9,25%). Brand & Communication Division Head OCBC Aleta Hanafi mengatakan, kenaikan SBDK Ritel tersebut telah melalui berbagai pertimbangan, salah satunya dengan melihat kondisi pasar dan biaya dana yang mahal, untuk itu perlu adanya upaya penyeimbang dengan menaikkan tingkat SBDK. "Bank secara periodik melakukan review terhadap suku bunga dengan mempertimbangkan antara lain kondisi pasar, cost of fund dan pertimbangan lainnya," kata dia kepada Kontan, Jumat (5/4). Meski begitu OCBC Indonesia tetap optimistis dapat mendorong pertumbuhan kredit tahun ini di kisaran 8%-11%.