JAKARTA. Pertalite akan menjadi pilihan baru bagi konsumen bahan bakar Pertamina. Pengamat perlindungan konsumen Indah Sukmaningsih mengatakan, diversifikasi produk sudah sesuai dengan esensi perlindungan konsumen sesuai strata ekonomi masyarakat yang ada. Kalangan ekonomi mampu bisa membeli Pertamax, sedangkan ekonomi menengah bawah memilih Premium. Sementara bagi yang ingin mesin kendaraannya lebih terawat namun kondisi keuangan kurang mendukung, bisa memilih Pertalite. Dalam berbagai teori perlindungan konsumen, lanjut Indah, banyaknya pilihan juga memberikan keuntungan tersendiri bagi konsumen tersebut. Apalagi banyak juga konsumen yang sekarang bisa membeli produk dengan kualitas tinggi, pada kemudian hari memiliki daya beli yang sama. Ada kalanya, konsumen tersebut nanti hanya mampu membeli produk dengan kualitas lebih rendah. “Ibarat konsumen obat. Ada kalanya mampu membeli obat paten, namun ada kalanya membeli generik. Itulah sebabnya, diverfikasi produk semacam itu merupakan solusi dari kondisi konsumen saat ini. Yang penting kehadiran Pertalite tidak menghapus Premium,” kata Indah yang mantan Ketua Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) ini, Selasa (19/5). Pengamat migas dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, Pertalite adalah produk non subsidi, sehingga merupakan domain murni korporasi. Dengan demikian Pertamina tidak perlu meminta izin kepada DPR, misal melalui rapat dengar pendapat (RDP). “Ini sama seperti saat Pertamina meluncurkan Brightgas yang merupakan diversifikasi elpiji 12 kg. Ketika itu, Pertamina juga tidak perlu meminta izin kepada DPR,” kata Komaidi. Yang dianggap lebih perlu, justru melakukan melakukan pemberitahuan kepada pemerintah. Alasannya, karena Pertamina merupakan BUMN yang 100% sahamnya dimiliki pemerintah. Dalam konteks tersebut, Pertamina memberitahukan bahwa akan meluncurkan merek dagang bernama Pertalite dengan spesifikasi yang ada. Kendati demikian, menurut Komaidi, pemberitahuan itu tidak memiliki implikasi apapun terhadap rencana peluncuran Pertalite. Artinya, pemerintah tetap tidak bisa mencampuri kewenangan apalagi membatalkan rencana Pertamina, karena domain korporasi itu tadi. “Jadi, istilahnya kulonuwun saja,” kata Komaidi. Komaidi juga berpendapat sama, bahwa kehadiran Pertalite menjadikan banyak pilihan sehingga menguntungkan masyarakat. Hal ini, menurut Komaidi, sama seperti yang terjadi di luar negeri. Di AS misalnya, selain beberapa bensin dengan RON lebih tinggi, juga tersedia RON 86 atau disebut bensin kotor. Lantaran banyak pilihan, masyarakat di sana senang karena bisa memilih sesuai kebutuhannya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pertalite akan untungkan Pertamina dan konsumen
JAKARTA. Pertalite akan menjadi pilihan baru bagi konsumen bahan bakar Pertamina. Pengamat perlindungan konsumen Indah Sukmaningsih mengatakan, diversifikasi produk sudah sesuai dengan esensi perlindungan konsumen sesuai strata ekonomi masyarakat yang ada. Kalangan ekonomi mampu bisa membeli Pertamax, sedangkan ekonomi menengah bawah memilih Premium. Sementara bagi yang ingin mesin kendaraannya lebih terawat namun kondisi keuangan kurang mendukung, bisa memilih Pertalite. Dalam berbagai teori perlindungan konsumen, lanjut Indah, banyaknya pilihan juga memberikan keuntungan tersendiri bagi konsumen tersebut. Apalagi banyak juga konsumen yang sekarang bisa membeli produk dengan kualitas tinggi, pada kemudian hari memiliki daya beli yang sama. Ada kalanya, konsumen tersebut nanti hanya mampu membeli produk dengan kualitas lebih rendah. “Ibarat konsumen obat. Ada kalanya mampu membeli obat paten, namun ada kalanya membeli generik. Itulah sebabnya, diverfikasi produk semacam itu merupakan solusi dari kondisi konsumen saat ini. Yang penting kehadiran Pertalite tidak menghapus Premium,” kata Indah yang mantan Ketua Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) ini, Selasa (19/5). Pengamat migas dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, Pertalite adalah produk non subsidi, sehingga merupakan domain murni korporasi. Dengan demikian Pertamina tidak perlu meminta izin kepada DPR, misal melalui rapat dengar pendapat (RDP). “Ini sama seperti saat Pertamina meluncurkan Brightgas yang merupakan diversifikasi elpiji 12 kg. Ketika itu, Pertamina juga tidak perlu meminta izin kepada DPR,” kata Komaidi. Yang dianggap lebih perlu, justru melakukan melakukan pemberitahuan kepada pemerintah. Alasannya, karena Pertamina merupakan BUMN yang 100% sahamnya dimiliki pemerintah. Dalam konteks tersebut, Pertamina memberitahukan bahwa akan meluncurkan merek dagang bernama Pertalite dengan spesifikasi yang ada. Kendati demikian, menurut Komaidi, pemberitahuan itu tidak memiliki implikasi apapun terhadap rencana peluncuran Pertalite. Artinya, pemerintah tetap tidak bisa mencampuri kewenangan apalagi membatalkan rencana Pertamina, karena domain korporasi itu tadi. “Jadi, istilahnya kulonuwun saja,” kata Komaidi. Komaidi juga berpendapat sama, bahwa kehadiran Pertalite menjadikan banyak pilihan sehingga menguntungkan masyarakat. Hal ini, menurut Komaidi, sama seperti yang terjadi di luar negeri. Di AS misalnya, selain beberapa bensin dengan RON lebih tinggi, juga tersedia RON 86 atau disebut bensin kotor. Lantaran banyak pilihan, masyarakat di sana senang karena bisa memilih sesuai kebutuhannya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News