Pertama pada tahun ini, lelang sukuk gagal mencapai target



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi dalam negeri masih dinaungi awan gelap. Kemarin, lelang surat berharga syariah negara (SBSN) sepi peminat. Buktinya, dalam lelang tersebut, jumlah penawaran yang masuk hanya Rp 8,615 triliun, tak jauh dari target indikatif pemerintah Rp 8 triliun.

Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, total nominal yang akhirnya dimenangkan pemerintah hanya Rp 5,095 triliun. Ini menjadi lelang pertama di 2018 yang tak mencapai target indikatif sebesar Rp 8 triliun.

Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, tekanan di pasar obligasi hingga pelemahan rupiah membuat investor cenderung berhati-hati dalam melakukan investasi. Ini terjadi baik di pasar primer maupun sekunder.


Menurut Desmon, penurunan jumlah penawaran yang masuk pada lelang ini masih tergolong wajar. Secara historis, tren penurunan pembelian surat utang negara (SUN) kerap terjadi menjelang kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).

Tenor pendek laris

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan, investor tampak cenderung meminta yield yang tinggi di saat seperti ini. Pemerintah tentu memilih mengabulkan tawaran yang lebih masuk akal. Oleh karena itu, dana yang diserap jadi kecil.

Karena volatilitas pasar obligasi masih tinggi, tidak heran apabila banyak investor yang memburu seri-seri bertenor pendek, seperti SPNS07092018 dan PBS016. Pasalnya, seri tersebut relatif lebih aman untuk dikoleksi ketika pasar tengah bergejolak. Belum lagi, koreksi harga yang dialami obligasi seri tenor pendek biasanya tidak terlalu dalam.

PBS016 yang jatuh tempo pada 15 Maret 2020 menjadi seri dengan nilai penyerapan terbesar. Pemerintah menyerap Rp 1,92 triliun dari sukuk ini.

Selama masa penantian kenaikan suku bunga AS, Desmon yakin penawaran dari investor di lelang-lelang berikutnya masih akan rendah. Sementara Josua optimistis, setelah The Fed mengerek suku bunga, pasar obligasi dalam negeri, baik primer maupun sekunder, kembali positif. "Karena sudah priced in sebelum kenaikan suku bunga, setelah itu tekanan membaik," terang dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati