Pertamina ajukan dua memori banding lawan GSEI



JAKARTA.Sengketa antara anak usaha PT Pertamina Persero, Pertamina Hulu Energi (PHE) Raja Tempirai dengan PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) kini berlanjut di pengadilan tinggi. Pada hari Rabu (15/10) kuasa hukum PHE resmi menyerahkan dua memori banding untuk perkara ini.

Pertama adalah memori banding atas putusan sela kompetensi absolut yang diputus pada tanggal 27 November 2013 dan memori banding atas putusan pokok perkara tertanggal 22 Juli 2014.

Kuasa hukum Pertamina Handarbeni Imam Arioso mengatakan penyerahan dua memori banding ini merupakan perlawanan atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang dinilai tidak tepat.


Pertama untuk putusan sela yang menyatakan PN Jakarta Pusat berwenang memeriksa perkara ini. Handarbeni bilang putusan sela tentang kompetensi absolut merupakan pertimbangan hukum yang mengandung kesalahan fatal dan banyak mengandung kekeliruan.

"Majelis hakim telah keliru dan salah dalam menerapkan ketentuan Undang-Undang No.30 tahun 1999 tentang arbitase. Dimana PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase," tutur Handarbeni, Rabu (15/10).

Karena alasan itu, maka putusan sela yang menyatakan PN Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara ini haruslah dibatalkan karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kedua, PHE juga menyerahkan memori banding atas putusan pokok perkara dimana majelis hakim menilai PHE telah wanprestasi dan dihukum membayar US$ 125,2 juta kepada GSEI.

Handarbeni mengatakan putusan tersebut juga memperlihatkan kekhilafan, dan kekeliruan yang nyata. PHE menilai majelis hakim memiliki pemahaman sempit atas pokok gugatan GSEI mengenai sole risk dalam pelaksanaan Production Sharing Contract (PSC).

PHE juga menyayangkan pertimbangan yuridis hakim yang hanya mendasarkan pada bukti yang diajukan GSEI yang tidak memiliki kualifikasi sebagai alat bukti, dengan mengabaikan bukti-bukti yang diajukan PHE. "Apalagi bukti-bukti yang diajukan GSEI tidak berhasil membuktikan adanya kegiatan sole risk selama keberlangsungan PSC," imbuhnya.

Putusan pengadilan yang menghukum PHE sebesar US$ 125,2 juta dinilai tidak tepat. Menurut PHE, sebenarnya GSEI tidak pernah mengalami kerugian apapun yang disebabkan PHE. Karena itu, putusan pengadilan tidak tepat dan harus dibatalkan demi hukum.

Kuasa hukum GSEI Aldy Dio  Bayu mengatakan upaya PHE  mengajukan banding merupakan hak mereka. Pihaknya menghormati upaya hukum tersebut. "Dalam waktu dekat kami juga akan menyampaikan kontra memori banding," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan