Pertamina akan impor LNG dari Afrika dan Australia



JAKARTA. PT Pertamina (Persero) berniat impor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) dari produsen asal Afrika dan Australia guna memenuhi pasokan gas unit penampungan dan regasifikasi terapung (floating storage and regasification unit/FSRU) Jawa Barat ataupun FSRU lain yang akan dibangun di Indonesia.

Vice President Commercial and Bussiness Development Direktorat Gas Pertamina Djohardi Angga Kusumah mengatakan, pihaknya tengah membahas kesepakatan untuk impor LNG tersebut. Pertamina masih belum memutuskan akan impor dari Afrika atau Australia.

“Untuk bridging awal sementara ini 1 juta ton. Sampai saat ini belum disclose, tapi kita harapkan negosiasi akan selesai tahun 2013,” ujarnya Jumat (22/6).


Dana yang disiapkan perseroan untuk kebutuhan impor LNG tersebut sebesar US$ 66 juta. Menurut Djohardi, kontrak impor LNG tersebut rencananya memiliki jangka waktu 10 tahun mulai 2013 hingga 2023.

Terkait penyaluran LNG asal Afrika dan Australia ini, perseroan memprioritaskan FSRU Jawa Barat dibandingkan FSRU lain yang rencananya akan dibangun di Indonesia. Pasalnya, selain kebutuhan pasokan gas Jawa Barat mencapai 485 juta standar metrik kaki kubik per hari (million metric standard kubic feet per day/mmscfd) terdapat potensi kebutuhan industri hingga 300 mmscfd yang belum dapat tercukupi dengan produksi LNG domestik.

“Kami melihat di luar PT PLN (persero) masih ada kebutuhan industri yang berpotensi sebesar 300 mmscfd. Inilah yang harus kita penuhi. Jadi, antara Jawa Tengah ke Barat itu sangat urgent sebenarnya,” jelas Djohardi.

Namun demikian, ia mengatakan pemenuhan LNG itu bersifat fleksibel untuk FSRU yang membutuhkan. "Pada dasarnya impor LNG untuk semua floating storage, kita lihat mana yang paling siap," jelas Djohardi.

Seperti yang diketahui, pemerintah berencana membangun sejumlah FSRU untuk mengamankan pasokan gas domestik. Saat ini, FSRU Jawa Barat dengan kapasitas 3 juta ton per tahun sudah mulai beroperasi pertengahan Mei 2012. Sementara revitalisasi Kilang Arun menjadi FSRU dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, FSRU Lampung 1,5 – 2 juta ton per tahun, dan FSRU Jawa Tengah 3 juta ton per tahun.

Untuk kesepakatan harga gas dari kedua produsen, Djohardi mengaku hingga kini pihaknya belum menemukan harga yang sesuai, hal ini dikarenakan keduanya menginginkan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga domestik.”Sebenarnya kami ingin harganya kompetitif dengan LNG domestik, tetapi mereka (Afrika dan Australia) tidak mau dengan harga yang lebih murah,” lanjut dia.

Sebagai tambahan, harga LNG Bontang yang disalurkan ke FSRU Jawa Barat sebesar US$ 11 per million metric British thermal unit (MMBTU). “Mereka inginnya lebih dari itu,” tutup dia.

Selain impor dari Australia dan Afrika, Pertamina berencana untuk impor LNG dari Amerika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.