KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina akan mengevaluasi berbagai keluhan yang disampaikan oleh pengusaha SPBU Mini, Pertashop dalam rapat Audiensi dengan Komisi VII DPR RI kemarin (10/7). Pada rapat audiensi tersebut, Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY mengungkapkan kesulitan menjual bahan bakar minyak (BBM) di gerainya akibat disparitas harga Pertamax dan Pertalite dan masifnya penjualan Pertalite secara ilegal melalui pengecer di warung dan Pertamini. Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menyatakan, pihaknya mengapresiasi usulan dari pengusaha Pertashop dan akan segera mengevaluasi
“Terkait pengawasan memang sudah berjalan dengan digitalisasi di SPBU, akan kami jadikan perhatian,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (11/7).
Baca Juga: Penjual Bensin Pertashop Merugi, Pelaku Usaha Ajukan 3 Permintaan Ini Fadjar menjelaskan lebih lanjut, tujuan Pertamina membangun Pertashop untuk mendekatkan dan memberikan kemudahan akses kepada masyarakat di pelosok. Apalagi kemudahan akses ini juga disokong dengan kebijakan BBM satu harga. “Sebenarnya ini bisa memudahkan masyarakat dan lebih hemat karena masyarakat tidak perlu jauh ke kota misalnya untuk membeli BBM,” terangnya. Dirinya menjelaskan lebih lanjut, salah satu poin yang dikeluhkan oleh pengusaha Pertashop dan menjadi perhatian Pertamina ialah penjualan Pertalite secara eceran sehingga terjadi peralihan konsumsi BBM non subsidi ke BBM Subsidi yang cenderung lebih murah dan mudah didapat. “Perihal ini kami coba koordinasikan dengan pihak terkait,” ujarnya. Selain mengeluhkan soal kesulitan menjual Pertamax, pengusaha Pertashop juga meminta supaya bisa menjual Pertalite namun dengan harga lebih tinggi sedikit dibandingkan SPBU. Pelaku usaha berharap, cara ini bisa menjadi salah satu solusi menurunkan pembelian Pertalite di pengecer. Tidak cuma itu, pengusaha yang menjual BBM lewat Pertashop juga meminta supaya pihaknya bisa diberikan kesempatan menjadi agen penjual LPG 3 kg. Merespon dua permintaan tersebut, Fadjar menyatakan, pada prinsipnya BBM bersubsidi seperti Pertalite dan LPG 3 Kg diatur secara ketat oleh negara, termasuk kuota dan distribusinya supaya tepat sasaran sehingga kewenangan ada di regulator. Executive Director ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai dari perspektif ekonomi dan daya beli masyarakat, konsep bisnis untuk Pertashop kiranya perlu ditata ulang. “Kebijakan untuk Pertashop yang hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, pada dasarnya tidak sesuai dengan segmen pasar yang menjadi target,” ujarnya. Pertashop didesain dan ditujukan untuk memperluas akses BBM kepada wilayah-wilayah yang belum terjangkau SPBU. Oleh karena itu, Pertashop umumnya lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan dan pinggiran kota yang notabene dengan profil masyarakat berpendapatan lebih rendah dibandingkan masyarakat di perkotaan.
Baca Juga: Ratusan Gerai Pertashop Berguguran Akibat Disparitas Harga BBM Ketika Pertashop hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, sementara di SPBU tersedia BBM RON yang lebih rendah, maka masyarakat yang menjadi target pasar berpotensi membeli BBM di SPBU dengan lebih banyak pilihan termasuk dapat memilih untuk membeli BBM RON lebih rendah dengan harga yang lebih murah.
Komaidi menilai, kebijakan yang hanya membolehkan Pertashop menjual BBM RON tinggi, sementara kegiatan usaha Pertabotol dan Pertamini tidak ditertibkan akan berdampak terhadap target minimal penjualan Pertashop tidak tercapai. Akibatnya, biaya operasional tidak dapat tertutup dan kemudian merugi. Dia menegaskan, pemerintah perlu menata kembali konsep bisnis Pertashop agar tidak merugikan para pihak, terutama pelaku bisnis. “Jangan sampai tujuan memperluas akses BBM yang pada dasarnya sangat bagus karena dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi nasional justru menjadi kontraproduktif dan beban bagi pelaku bisnis yang telah berinvestasi di bisnis Pertashop,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .