Pertamina Akan Melakukan Market Trial Bensin Berkadar Oktan RON 95



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam waktu dekat PT Pertamina akan melakukan market trial bensin berkadar oktan RON 95 setelah mencampurkan bioethanol 5% (E5) pada Pertamax. 

Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menjelaskan kadar oktan dalam Pertamax akan naik dari sebelumnya RON 92 menjadi RON 95 dan harganya pun tetap kompetitif dengan BBM di kelasnya.

Berdasarkan riset Kontan.co.id, badan usaha lain yang menjual bensin RON 95 ialah Shell dengan nama produk Shell V Power. Per Juni 2023 harga Shell V Power di kisaran Rp 13.400 per liter hingga Rp 13.690 per liter sesuai dengan lokasi. 


Baca Juga: Palm Co Direncanakan IPO pada Tahun Ini, Begini Komentar PTPN Group

Namun hingga saat ini Irto belum bisa membeberkan harga pasti Pertamax dengan campuran E5 tersebut. 

Terkait dengan market trial, Irto menyatakan saat ini Pertamina masih mempersiapkan sejumlah hal terkait dengan administratif. 

“Rencananya (market trial) akan dilakukan di sekitar 10 SPBU di Surabaya,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (21/6). 

Dihubungi terpisah, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Edi Wibowo menyatakan uji coba atau market trial bioethanol bersama dengan Pertamina akan dilaksanakan di Surabaya. 

“Volume bensin yang akan diuji coba ini sesuai dengan penyerapan pasarnya nanti. Volume tidak ada penetapan dari ESDM jadi diserahkan ke Pertamina,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (21/6). 

Nantinya market trial akan dievaluasi setiap bulan dengan menimbang tantangan berikut juga dengan solusinya. Jika hasilnya bagus, komersialisasi bensin bioethanol ini akan terus dilanjutkan. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Akan Evaluasi Dampak Pencampuran Bioethanol ke Pertamax

Sebelumnya, Edi menyampaikan pencampuran bioethanol dengan gasoline tidak menghadapi permasalahan yang signifikan. Sejatinya di 2009 hingga 2010 proses ini sudah berjalan, bahkan Gaikindo sudah siap. Sedangkan PT Pertamina dan Lemigas juga sudah pernah mengujinya. 

“Dulu sudah implementasi Bioethanol 2% (E2) tetapi karena harganya terlalu tinggi dan tidak ada insentif jadi berhenti,” terangnya. 

Nah di tahun ini, BBN akan semakin didorong untuk menurunkan emisi di sektor transportasi.

Melansir catatan sebelumnya, Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menjelaskan dalam rangka transisi energi di sektor transportasi maka bioethanol harus segera dikembangkan.

“Pemanfaatan bioethanol dapat menurunkan impor minyak mentah dan menaikkan industri lokal,” jelasnya beberapa waktu lalu. 

Saleh pun melihat keberhasilan negara tetangga seperti Filipina dan Thailand yang berhasil memanfaatkan bioethanol generasi satu dengan ampas tebu dan generasi dua dengan rumput gajah. Melaui upaya tersebut, kedua negara itu bisa menurunkan ketergantungannya pada bahan bakar impor. 

Saleh berharap agar pengembangan bioethanol diberikan insentif supaya perlahan bisa berjalan dan bisa bersaing dengan harga gasoline. 

Baca Juga: Berapa Harga BBM Baru yang Bakal Dijual Pertamina? Ini Bocorannya

Saat ini sudah ada beberapa kebijakan bahan bakar nabati yang sudah berjalan. Selain itu, menurut Saleh, peresmian pabrik bioethanol di Jawa Timur merupakan kemajuan yang sangat baik. 

Saleh mengatakan, berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini total produksi bioetanol fuel grade sudah mencapai 40.000 KL per tahun.

Namun demikian, produksi ini masih jauh di bawah kebutuhan 696.000 KL per tahun untuk pengimplementasian tahap awal di daerah Jawa Timur dan Jakarta. 

Kementerian ESDM pernah menjelaskan, pasokan bioetanol yang tersedia dari PT Enero dan PT Molindo sebagai produsen bioetanol fuel grade baru dapat memasok sekitar 5.7% saja kebutuhan Jawa Timur dan Jakarta. Artinya dari sisi supply harus ditingkatkan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .