Pertamina bantah naikkan harga BBM demi tambal kas keuangan perusahaan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) baru saja menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Series, Dex Series, dan Biosolar non PSO. Kenaikan harga jenis BBM tersebut bervariasi, berkisar antara Rp 900/liter sampai Rp 1.500/liter.

VP Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengatakan keputusan Pertamina untuk menaikan harga BBM tersebut dilakukan karena harga minyak mentah dunia telah naik cukup tinggi. Harga minyak mentah dunia terus beranjak naik hingga menyentuh level US$ 80 per barel.

Sementara Pertamina sudah sejak akhir Juli 2018 lalu belum menaikkan harga BBM. Demi menghindari kerugian, Pertamina harus menaikkan harga BBM jenis Pertamax Series, Dex Series, dan Biosolar non PSO. "Pokoknya barang jualan itu tidak boleh dijual rugi. Apalagi bahan baku sudah tinggi," kata Adiatma kepada Kontan.co.id, Kamis (11/10).


Lebih lanjut Adiatma bilang minyak mentah dunia merupakan komponen utama dari BBM. Komposisi minyak mentah pun mencapai sebesar 93% dari perhitungan harga BBM Pertamina. Sisanya merupakan biaya dan margin yang mana marginnya pun telah diatur oleh pemerintah dengan batas atas sebesar 10%.

Dengan perhitungan seperti itu, Adiatma menyebut Pertamina harus menyesuaikan harga BBM dengan minyak. Biarpun melakukan penyesuaian, Adiatma mengklaim harga BBM Pertamina masih kompetitif dibandingkan pesaingnya. "Yang jelas harus menyesuaikan minyak mentah. Tapi kami masih lebih murah dari kompetitif,"imbuhnya.

Namun, apakah kenaikan harga BBM Pertamina bisa meningkatkan pendapatan perusahaan plat merah ini? Adiatma menyebut belum bisa mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan Pertamina.

Pasalnya saat ini harga minyak mentah sudah cukup tinggi. "Terkait pengaruhnya ke pendapatan, kan harga minyak mentah di hulu itu meningkat diikuti produksi EP yang juga meningkat. Kondisinya sekarang windfall. Tapi harga minyak mentah untuk hilir juga meningkat. Jadi kami belum tahu (dampaknya)," jelas Adiatma.

Asal tahu saja, sepanjang tahun ini keuangan Pertamina memang terdesak selisih harga BBM. Ketika harga minyak mentah naik, Pertamina diminta pemerintah untuk menahan harga terutama untuk harga solar dan premium.

Pemerintah berjanji akan meningkatkan subsidi solar dari Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter. Namun pemerintah tidak pernah memberikan subsidi untuk harga premium. Maka tidak heran jika Semester I 2018, Pertamina disebut hanya mampu membukukan laba bersih kurang dari Rp 5 triliun. Padahal Pertamina ditargetkan bisa memperoleh laba bersih Rp 32 triliun di akhir tahun 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .