Pertamina belum pasti ambil alih Blok Rokan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kontrak Chevron Indonesia di Blok Rokan hanya tinggal menyisakan waktu tiga tahun. Tepat pada 2021 mendatang, kontrak Chevron di Blok Rokan yang jadi penyumbang pertama produksi minyak Indonesia akan berakhir.

Biarpun begitu, hingga kini Chevron belum juga mengajukan perpanjangan kontrak kepada pemerintah. Padahal perpanjangan kontrak sudah bisa diajukan 10 tahun sebelum kontrak berakhir.

PT Pertamina (Persero) pun disebut-sebut siap mengambil alih kelola Blok Rokan dari Chevron.


Menurut Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tunggal, Pertamina telah meminta izin untuk open data di Blok Rokan.

"Pertamina kirim surat (untuk) open data," kata Tunggal pada Kamis (15/2).

Biarpun sudah meminta izin untuk open data Blok Rokan, Tunggal belum bisa memastikan Pertamina akan menjadi operator baru Blok Rokan. Sebab Pertamina hingga saat ini juga masih belum mengajukan propasal pengelolaan Blok Rokan kepada pemerintah.

"Baru minta open data, kalau dikasih open data, nanti mau minat atau enggak, terserah Pertamina," imbuhnya.

Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam, memang mengatakan Pertamina masih belum bisa memutuskan untuk mengambil alih kelola Blok Rokan. Pertamina masih harus melewati banyak tahap untuk sampai bisa memutuskan mengambil alih kelola di blok tersebut.

"Kami belum memutuskan, karena masih banyak tahap untuk memutuskan go or no go-nya," ujar Alam ke KONTAN pada Kamis (15/2).

Namun, Alam tidak menjabarkan tahapan dan pertimbangan Pertamina untuk Blok Rokan. Alam, membantah salah satu pertimbangan Pertamina belum memutuskan mengambil alih Blok Rokan bukan karena adanya kewajiban untuk menutup sumur-sumur yang sudah tidak berproduksi lagi jika menjadi operator di blok tersebut.

"Berita dari mana itu?" ujar Alam.

Di sisi lain Tunggal bilang kewajiban untuk Plug and Abandoned (sumbat dan tinggalkan) sumur yang sudah tidak berproduksi tersebut sejatinya sudah terdapat dalam kontrak yang ditandatangani oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan SKK Migas. Jika dalam kontrak ada kewajiban Plug and Abandoned, maka kontrakor eksisting wajib melakukan penutupan sumur.

Tapi jika dalam kontrak tidak disebutkan kewajiban Plug and Abandoned, maka kontraktor baru yang harus bertanggungjawab menutup sumur. "Tinggal dibaca kontraknya, kontraknya dulu bagaimana bunyinya. Yang Attaka itu kan kontraknya tidak menyebut, kalau tidak menyebut tanggung jawab siapa? Untung masih ada minyaknya, tanggung jawab kontraktor baru. Tapi saya tidak tahu isi kontrak Blok Rokan," jelas Tunggal.

Menurutnya, SKK Migas yang paling tahu mengenai isi kontrak dan kewajiban ASR dan penutupan sumur yang tidak lagi berproduksi. "Itu SKK Migas yang tahu jumlah sumurnya yang harus direhabilitasi atau apa, potensinya yang mana," pungkas Tunggal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia