Pertamina Bukukan Keuntungan US$ 6,1 Miliar Sepanjang 2018-2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina mencatatkan total keuntungan mencapai US$ 6,1 miliar dalam kurun 2018 hingga 2020. Adapun, pada tahun 2018-2019, Pertamina untung di kisaran US$ 2,5 miliar.

"Di tahun 2020 Pertamina menghadapi triple shock sebagai imbas dari pandemi. Meski demikian, Pertamina berhasil mencatat keuntungan sebesar US$ 1,1 miliar," ujar VP Corporate Communcation Pertamina Fajriyah Usman dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (3/2).

Fajriyah mengatakan, pencapaian keuntungan tersebut merupakan hasil kinerja yang luar biasa dari seluruh manajemen dan pekerja Pertamina selama pandemi Covid-19. 


Di tengah tantangan pandemi, Pertamina justru secara konsisten tetap mengoperasikan seluruh aktivitas produksinya dari hulu ke hilir, serta menggerakkan seluruh mitra bisnis pada ekosistem bisnis proses Pertamina dan sektor energi Indonesia.

"Karena hampir seluruh perusahaan di dunia merasakan dampak negatif akibat pandemi. Bahkan sebagian besar perusahaan migas global justru mengalami kerugian dan melakukan PHK banyak pekerjanya," kata Fajriyah.

Baca Juga: Pertamina Merugi dari Penjualan BBM Nonsubsidi Tahun 2021

Pertamina juga mendapatkan pengakuan dari masyarakat dunia. Dari tiga lembaga pemeringkat utang (credit rating agency) internasional menunjukkan bahwa Pertamina mampu mengelola keuangan dan investasi secara prudent sehingga termasuk dalam kategori perusahaan sehat.

Hingga kini, Pertamina mencatat rasio utang yang terjaga dengan baik dan masih kompetitif di antara perusahaan migas nasional maupun internasional lainnya. 

Sehingga, lembaga pemeringkat internasional yaitu Moody's, S&P dan Fitch menetapkan Pertamina pada peringkat investment grade masing-masing pada level baa2, BBB, dan BBB.

"Ini menunjukkan kredibilitas dan kepercayaan investor kepada Pertamina yang semakin meningkat dari waktu ke waktu," kata Fajriyah.

Di tahun 2020, perseroan telah menyelesaikan tiga corporate loan dengan total sebesar US$ 549 juta. Sementara itu, di tahun 2021, Pertamina mampu melakukan pembayaran utang bond sebesar US$ 391 juta.

“Jadi tidak benar adanya asumsi bahwa Pertamina tidak bisa membayar kewajiban. Saat ini, Pertamina merupakan salah satu perusahaan Indonesia yang sehat, produktif dan efisien di tengah terpaan pandemi COVID-19,” tegas Fajriyah.

Pertamina melakukan berbagai pengembangan bisnis yang lebih luas dalam rangka mewujudkan aspirasi menjadi global energy champion. 

Dan seperti pada umumnya entitas bisnis, dukungan modal yang kuat dari berbagai sumber, baik internal maupun eksternal, diperlukan untuk membiayai penugasan dan pertumbuhan ke depan.  Salah satu pendanaan eksternal adalah melalui mekanisme strategic partnership, pinjaman pada lembaga keuangan maupun penerbitan obligasi.

“Saat ini rasio utang Pertamina terhadap ekuitas dari sisi keuangan masih dalam batas wajar sebagai perusahaan yang sehat. Begitu pula mekanisme yang dilakukan tetap mengacu pada regulasi yang ada,” kata Fajriyah.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Harga Pertalite Tidak Akan Naik Dalam 6 Bulan ke Depan

Pengakuan internasional atas kinerja keuangan Pertamina juga tampak pada prestasi sebagai satu-satunya perusahaan Indonesia yang berada di jajaran Fortune Global 500. Dengan kinerja keuangan tersebut, Pertamina mampu berkontribusi pada pendapatan Pemerintah hampir Rp 200 triliun pada 2020 yang berasal dari setoran Pajak dan Dividen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta penerimaan negara dari Minyak Mentah dan Kondesat Bagian Negara (MMKBN) dari blok-blok migas Pertamina.

“Kami berkomitmen menjalankan operasional yang excellent, mencapai pertumbuhan yang positif dan pada saat bersamaan tetap berkontribusi bagi bangsa negara,”tandasnya.

Sementara itu, terkait dengan proyek pembangunan kilang, sejak 2018 Pertamina sudah gencar mengebut proyek kilang yang ada dengan perhitungan yang akurat dan cermat. Di antaranya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balongan yang akan memberikan tambahan kapasitas produksi dari 125.000 barel per hari menjadi 150.000 barel per hari di April 2022.

Sementara itu, proyek kilang RDMP Balikpapan nantinya dapat menekan defisit neraca migas hingga US$ 2,65 miliar per tahun. Ini karena kilang sudah bisa menghasilkan produk bernilai jual tinggi seperti gasoline (Pertamax Turbo, Pertamax, Pertalite) dengan kualitas Euro 5 dan propilena, produk petrokimia yang kebutuhannya masih sangat tinggi. Pertamina optimis keseluruhan proyek RDMP Balikpapan selesai pada 2024.

Di tahun 2020, Pertamina juga berhasil melakukan alih kelola Blok Rokan yang secara resmi dikelola pada 9 Agustus 2020 melalui PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Pertamina terbukti mampu menjaga kinerja unggul Wilayah Kerja (WK) Rokan. Dari Agustus 2021 hingga Desember 2021 pasca alih kelola, PHR WK Rokan berhasil mengebor 90 sumur tajak dan menaikkan tingkat produksi dari WK migas terbesar kedua di tanah air itu.

Dari sisi produksi, PHR WK Rokan berhasil mencapai tingkat produksi sekitar 162.000 BOPD (barel minyak per hari), atau naik 4.000 BOPD dibandingkan sebelum alih kelola yang berada di kisaran 158.000 BOPD. Kegiatan pengeboran sumur baru dan kerja ulang sumur lama terus dilakukan untuk meningkatkan produksi.

Produksi PHR WK Rokan menyumbangkan sekitar 25% dari total jumlah produksi minyak nasional dan merupakan salah satu tulang punggung upaya pencapaian target produksi nasional minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (bscfd) pada 2030.

Dalam periode dua bulan pertama pasca alih kelola, PHR WK Rokan juga menyumbangkan penerimaan negara melalui penjualan minyak mentah bagian negara sekitar Rp 2,1 triliun dan pembayaran pajak sekitar Rp 607,5 miliar termasuk pajak-pajak ke daerah.

"Kinerja unggul PHR WK Rokan tentu sangat penting dalam mendukung pemenuhan kebutuhan energi nasional, pendapatan negara dan daerah, serta pencapaian visi Pertamina untuk menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia," pungkas Fajriyah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi