Pertamina cari mitra di Blok East Natuna



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina sedang mencari mitra baru untuk mengembangkan Blok East Natuna. Sebelumnya Pertamina memang telah membuat konsorsium bareng ExxonMobil dan PTT EP Thailand, tapi bubar tahun lalu.

Proyek East Natuna adalah proyek gas jumbo dengan cadangan gas 46 trilion cubic feet (tcf). Namun, cadangan gas dari lapangan ini sekitar 70% masih bercampur karbondioksida (CO2), hingga perlu proses pemisahan.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, Pertamina butuh mitra untuk menggarap blok yang mangkrak sejak penemuan cadangan pada 1973.


Pertamina berharap bisa mendapatkan banyak mitra untuk menggarap Blok East Natuna, bukan cuma dua mitra, seperti yang lama. "Makin banyak, makin bagus," kata Alam, Kamis (18/1).

Jika nanti sudah mendapat mitra untuk membentuk konsorsium, Pertamina baru membahas teknologi yang akan mereka pakai. Sebelum menentukan teknologi, mereka juga lebih dulu mengevaluasi teknologi yang sempat dipilih oleh konsorsium lama yakni technology and market review (TMR). "Kami lihat lagi masih oke atau enggak, masih bisa dipakai atau enggak," jelas Alam.

Di sisi lain Pertamina juga perlu mengevaluasi ulang tingkat keekonomian untuk mengelola Blok East Natuna, terutama dengan skema gross split. Selain itu, Pertamina juga perlu mengkaji data subsurface hingga mendapatkan tingkat komersialisasi dari blok tersebut.

Karena banyak tapahan yang belum dilalui, Alam pun pesimistis Pertamina bisa mengerjakan Blok East Natuna dalam waktu dekat. Ia juga belum punya ancar-ancar kapan tahapan seperti mendapatkan mitra bisa berjalan. "Kalau East Natuna masih panjang," imbuhnya.

Alam mengakui, mengembangkan Blok East Natuna memang tidak mudah. Sebab blok ini memerlukan teknologi yang mumpuni dan ekonomis agar bisa memisahkan karbondioksida (CO2) yang kandungannya mencapai 72% di blok tersebut.

Terlebih saat ini harga minyak masih murah. Ia mencontohkan kontraktor migas sekelas ExxonMobil belum bisa mengembangkan blok ini saat harga minyak di atas US$ 100/barel. "Harga minyak US$ 100 per barel saja susah," ujarnya.

Pertamina yakin, pemerintah memahami mengapa Pertamina belum bisa menggarap blok di perbatasan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto