KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Target pemerintah mempercepat transisi energi sekaligus mewujudkan net zero emission (NZE) tahun 2060 terus dikebut. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapatkan amanat dalam program tersebut. PT Pertamina (Persero) menjadi lokomotif perusahaan negara menuju nol emisi karbon. Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury menjelaskan, salah satu fokus besar pemerintah adalah mendorong BUMN agar berinovasi dan mengubah model bisnisnya. "Kami melihat perubahan dekarbonisasi sebagai peluang bagi BUMN Indonesia. Kami melihat itu sebagai peluang untuk benar-benar meningkatkan ketahanan energi dan kemandirian energi kita," tandas Pahala dalam Panel III SOE International Conference di Nusa Dua Bali, Senin (17/10).
Baca Juga: Pertamina Gandeng BEI Kembangkan Carbon Trading Untuk mencapai target nol emisi karbon, pemerintah mendorong BUMN terus menggandeng mitra strategis. Pertamina ingin bergerak cepat. Mereka menggandeng sejumlah pihak, termasuk menjalin kerja sama berskala internasional. Kolaborasi tersebut diharapkan mendorong tercapainya target NZE di tahun 2060 sekaligus mengerek perekonomian Indonesia. Grup Pertamina setidaknya meneken 12 kerja sama dan
memorandum of understanding (MoU) terkait transisi menuju energi bersih. Penandatanganan ini berlangsung di acara Road to G20: SOE International Conference di Nusa Dua Bali, pada 17-18 Oktober 2022.
Baca Juga: Kementerian BUMN bersama MIND ID dan 7 BUMN gagas Pilot Proyek Perdagangan Karbon Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Pertamina Atep Salyadi Dariah Saputra mengatakan, rencana Pertamina mengembangkan ekosistem kendaraan listrik (EV) merupakan salah satu strategi jangka panjang yang saat ini bergulir melalui Indonesia Battery Corporation (IBC). Pertamina juga meneken kerja sama untuk menggairahkan ekosistem EV di Indonesia. "Kami akan fokus pada pasokan baterai, grid dan EV charger. Misalnya, Pertamina akan menggunakan My Pertamina sebagai aplikasi
all in one sebagai sistem pembayaran, antrean hingga pemeliharaan," terang dia. Saat ini, Pertamina gencar mengupayakan program Green Energy Station (GES), yakni konsep SPBU ramah lingkungan dan salah satu layanannya adalah pengisian listrik atau penggantian baterai kendaraan listrik. "Pertamina sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar untuk mengembangkan ekosistem EV di Indonesia seperti Gojek, Grab, JNE," imbuh Atep.
Baca Juga: Dorong Potensi Bisnis, Pertamina International Shipping (PIS) Gaet NYK Asal Jepang Dannif Danusaputro, CEO Pertamina NRE menyampaikan, Grup Pertamina memiliki ambisi besar untuk mengembangkan energi hijau. Hingga 2060, Pertamina menargetkan
capital expenditure (capex) US$ 200 miliar untuk menjalankan berbagai proyek terkait transisi energi. Saban tahun, Pertamina mengalokasikan 14% total capex untuk pengembangan bisnis energi terbarukan. "Capex untuk green energy dari Pertamina termasuk paling banyak di antara perusahaan migas. Biasanya, capex green energy perusahaan migas lainnya masih single digit," jelas dia. Pertamina NRE fokus pada tiga inisiatif transisi energi yang meliputi Natural Based Solution (NBS),
Green Hydrogen, dan ekosistem kendaraan listrik. Pertamina NRE mengembangkan proyek NBS bersama Perhutani yang mengelola 59 konsesi hutan di Indonesia.
Baca Juga: Pertamina Turut Berperan dalam Pengembangan Pasar Karbon Pertamina NRE mengidentifikasi sembilan konsesi hutan di Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah. Konsesi hutan itu memiliki potensi pengembangan carbon offset 10-11 juta
verified carbon unit. Fokus pengembangan NBS ditujukan pada tumbuhan seperti sambarata, semamu dan kunyit simendurut. Bagi Pertamina Hulu Energi (PHE), ESG adalah peluang baru untuk lebih banyak memberikan manfaat kepada lingkungan dan masyarakat. "Strategi dekarbonisasi ini merupakan bagian yang tak bisa lepas dari ESG. Komitmen ESG juga sudah dibuktikan melalui perolehan rating ESG PHE yang berhasil mendapatkan peringkat 24 dari 254 perusahaan penghasil migas global," kata Direktur Utama PHE, Wiko Migantoro.
Baca Juga: Industri 2-Ethyl Hexanol Indonesia: PT Petro Oxo Nusantara Sementara PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berupaya meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi melalui pendekatan Co Generation dengan teknologi
binary. PGE mengembangkan teknologi
binary berupa fasilitas yang memungkinkan pemanfaatan
brine atau air panas bumi untuk menghasilkan listrik sebelum
brine tersebut diinjeksi kembali ke dalam bumi. "Jadi pembangkit panas bumi tidak hanya mengandalkan uap, tapi juga air panas dari dalam bumi. Kalau air panas ini bisa dioptimalkan, maka kapasitas listrik yang dihasilkan juga akan meningkat," kata Ahmad Yuniarto,
President Director Pertamina Geothermal Energy.
Baca Juga: Dorong Potensi Bisnis, Pertamina International Shipping (PIS) Gaet NYK Asal Jepang Sedangkan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) mengembangkan bahan bakar yang memanfaatkan energi terbarukan. Salah satunya melalui proyek
green refinery. KPI telah mengoperasikan
green refinery di Kilang Cilacap yang berkapasitas 3.000 barel per hari untuk memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) serta Sustainable Aviation Fuel (SAF). Bahan baku HVO berupa
refined bleached deodorized palm oil (RBDPO). Produk ini adalah substitusi bahan bakar diesel yang ramah lingkungan. Adapun SAF berbahan baku
refined bleached deodorized kernel palm oil (RBDKPO), yang dapat dipakai sebagai bio jet fuel untuk dicampurkan dengan avtur. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro