Pertamina dinilai tak serius diversifikasi energi



JAKARTA. PT Pertamina (Persero) sesumbar bisa membuat 150 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dalam waktu satu tahun dengan dana Rp 1,5 triliun. Sejumlah pihak meragukan keseriusan Pertamina karena seringkali apa yang diucapkan tidak jadi kenyataan.

Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto pernah menyebut pada 2012 lalu dianggarkan dana Rp 3,5 triliun membangun SPBG. Nyatanya, infrastruktur SPBG hingga kini jalan di tempat. Belum lagi program Radio-frequency identification (RFID) yang akhirnya berantakan.

“Kalau dulu saja pernah dianggarkan tapi infrastruktur tidak dibuat, jelas harus diusut tuntas. Tidak bisa main-main lagi, bahkan kalau perlu diusut penegak hukum, “ tegas pengamat kebijakan migas Yusri Usman, Selasa (30/9).


Ia menambahkan, dari sisi kemauan Pertamina sering tidak sejalan dengan kenyataan terutama dalam membangun infrastruktur gas yang sangat lambat. Sehingga pada akhirnya melanggengkan impor minyak yang menguntungkan mafia migas. Ia pun menyentil Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya yang seakan tak bisa membuat terobosan guna mengurangi ketergantungan pada minyak. “Hanung kan komisaris di Petral,” katanya.

Yusri menambahkan, saking lambatnya gerak Pertamina, misal di program RFID, kata dia, Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebelum lengser pernah menyebut Pertamina suka omong doang (omdo). “Waktu Hatta mundur dan mau jadi cawapres, dia sampai menyentil Pertamina ini suka omong doang saja dan pernyataan itu dimuat banyak media, itu di kasus RFID. Bayangkan sekelas Menko ngomong seperti itu. Berarti jangan-jangan Pertamina sudah tidak bisa dikontrol ,” ungkapnya.

Ia berharap, sebelum menjanjikan hal-hal besar, para pejabat Pertamina memperbaiki sejumlah masalah terlebih dahulu. Misal terkait pencurian minyak yang hingga kini tak kunjung tuntas. Juga jangan sampai ada pejabat yang justru melindungi para trader gas yang pada akhirnya merugikan konsumen.

“Mafianya itu di depan kita, kok. Hanung dan Hari harus juga bertanggung jawab karena program diversifikasi energi tidak jalan. Jika kilang minyak tidak jalan, diversifikasi energi ke gas tidak jalan, jelas sudah ada mafia migas bermain,” tuturnya.

Nama Hanung Budya dan Hari Karyuliarto disebut-sebut sebagai kandidat pengganti posisi Karen Agustiawan sebagai dirut Pertamina. Namun, keduanya dinilai oleh sejumlah kalangan punya rekam jejak buruk. Bahkan, sejumlah praktisi pun meminta pemerintah menunjuk orang dari luar Pertamina menjadi dirut pengganti Karen. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan