BONTANG. Badan Pengelola Minyak Gas (BP Migas) meragukan kemampuan Pertamina dalam mengelola sumber daya gas di Blok Mahakam secara mandiri. Menurut Deputi Operasional BP Migas Gede Pradnyana, Pertamina belum tentu sanggup sendirian untuk mengelola Blok Mahakam, seandainya pemerintah mempercayakan pengelolaan blok tersebut. Sebab, kata Gede, di industri migas memang diperlukan kerja sama dengan pihak lain agar pembagian tugas, tanggung jawab pengelolaan dan permodalan dapat ditanggung bersama. Alasan lainnya, saat ini Pertamina sudah diminta mengelola Blok Natuna. Tentu hal ini akan sangat memberatkan Pertamina bila harus mengelola Blok Mahakam sekaligus. Mengelola Blok Mahakam tidak semudah yang dibayangkan. Pertama, kata Gede, sebagai penghasil gas tua, Blok Mahakam rawan masalah. Kedua, modal investasi untuk menemukan sumber gas baru sangat besar. BP Migas memperkirakan butuh dana investasi minimal sebesar US$ 2 miliar per tahun. "Jangan sampai penerimaan negara turun karena ketidakmampuan Pertamina mengelola sendiri," kata Gede kepada wartawan di Bontang, Kalimantan Timur pada Selasa (6/11). Karena itu, menurutnya, pengelolaan gas di Blok Mahakam harus dilihat secara realistis. Hal ini karena industri Migas merupakan industri strategis yang mendatangkan penerimaan besar untuk negara. Berkaca pada tingginya risiko, Gede menilai pengelolaan Blok Mahakam lebih baik dilakukan bersama pihak asing. "Jadi kita sebaiknya berbagi risiko dengan pihak lain. Dan bisnis memang selalu begitu," ungkap Gede. Gede memaparkan setahun Total menguras sekitar 0,6 triliun cubic feet (TCF) gas di Blok Mahakam. Diperkirakan pada 2017 sumber daya gas di sana akan habis. Menurut Gede, kelanjutan produksi gas di Blok Mahakam bergantung pada penemuan sumber daya gas baru. "Paling tidak lima tahun sebelum 2017 harus ada investasi baru untuk menjaga jumlah produksi dan cadangan gas," ujarnya. Sampai sekarang pemerintah belum memiliki kata final terkait nasib Blok Mahakam. Gede menilai persoalan siapa yang mesti mencari, siapa yang mesti menginvestasikan, dan bagaimana pembagian hasilnya, bergantung pada kesepakatan yang dibuat antara pemerintah, Pertamina, dan Total.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pertamina diragukan mampu kelola Blok Mahakam
BONTANG. Badan Pengelola Minyak Gas (BP Migas) meragukan kemampuan Pertamina dalam mengelola sumber daya gas di Blok Mahakam secara mandiri. Menurut Deputi Operasional BP Migas Gede Pradnyana, Pertamina belum tentu sanggup sendirian untuk mengelola Blok Mahakam, seandainya pemerintah mempercayakan pengelolaan blok tersebut. Sebab, kata Gede, di industri migas memang diperlukan kerja sama dengan pihak lain agar pembagian tugas, tanggung jawab pengelolaan dan permodalan dapat ditanggung bersama. Alasan lainnya, saat ini Pertamina sudah diminta mengelola Blok Natuna. Tentu hal ini akan sangat memberatkan Pertamina bila harus mengelola Blok Mahakam sekaligus. Mengelola Blok Mahakam tidak semudah yang dibayangkan. Pertama, kata Gede, sebagai penghasil gas tua, Blok Mahakam rawan masalah. Kedua, modal investasi untuk menemukan sumber gas baru sangat besar. BP Migas memperkirakan butuh dana investasi minimal sebesar US$ 2 miliar per tahun. "Jangan sampai penerimaan negara turun karena ketidakmampuan Pertamina mengelola sendiri," kata Gede kepada wartawan di Bontang, Kalimantan Timur pada Selasa (6/11). Karena itu, menurutnya, pengelolaan gas di Blok Mahakam harus dilihat secara realistis. Hal ini karena industri Migas merupakan industri strategis yang mendatangkan penerimaan besar untuk negara. Berkaca pada tingginya risiko, Gede menilai pengelolaan Blok Mahakam lebih baik dilakukan bersama pihak asing. "Jadi kita sebaiknya berbagi risiko dengan pihak lain. Dan bisnis memang selalu begitu," ungkap Gede. Gede memaparkan setahun Total menguras sekitar 0,6 triliun cubic feet (TCF) gas di Blok Mahakam. Diperkirakan pada 2017 sumber daya gas di sana akan habis. Menurut Gede, kelanjutan produksi gas di Blok Mahakam bergantung pada penemuan sumber daya gas baru. "Paling tidak lima tahun sebelum 2017 harus ada investasi baru untuk menjaga jumlah produksi dan cadangan gas," ujarnya. Sampai sekarang pemerintah belum memiliki kata final terkait nasib Blok Mahakam. Gede menilai persoalan siapa yang mesti mencari, siapa yang mesti menginvestasikan, dan bagaimana pembagian hasilnya, bergantung pada kesepakatan yang dibuat antara pemerintah, Pertamina, dan Total.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News