KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek pengembangan lapangan gas unitisasi Jambaran-Tiung Biru yang dikelola oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC) menunjukkan kinerja yang progresif selama kuartal kedua 2019. Perkembangan ini meliputi aspek konstruksi,
drilling maupun skema
project financing. Direktur PEPC Jamsaton Nababan bilang perkembangan konstruksi
Gas Processing Facilities (GPF) telah mencapai 25% atau melampaui target 24% di Q2 2019. “Percepatan progres konstruksi merupakan bentuk komitmen PEPC untuk selalu progresif dalam rangka mengoptimalkan produksi cadangan migas nasional,” jelas Jamsaton dalam siaran persnya, Minggu (14/7). Jamsaton menambahkan, konstruksi GPF masih berjalan sesuai jadwal dan diharapkan akan bertambah maju sesuai dengan S-Curve yang telah disepakati antara PEPC dengan konsorsium RJJ selaku pelaksana pekerjaan.
Baca Juga: Investasi migas turun dalam lima tahun terakhir, SKK dan BPH lebih optimistis di 2019 Adapun, percepatan konstruksi GPF merupakan bagian krusial dari manajemen proyek. GPF adalah fasilitas yang berfungsi memproduksi gas dari lapangan unitisasi Jambaran-Tiung Biru dengan produksi rata-rata raw gas sebesar 315 MMSCFD dan target gas
onstream / komersil pada 2021 dengan
sales gas sebesar 192 MMSCFD. GPF yang akan dibangun menggunakan teknologi dan dirancang guna mendapatkan kehandalan operasi dan ramah lingkungan untuk berproduksi selama 25 tahun. Selain konstruksi, di tahun ini PEPC telah melakukan
milestones dalam pengerjaan pengeboran. “Untuk mendukung target produksi
onstream JTB di tahun 2021, PEPC akan melakukan pengeboran 6 buah sumur secara bertahap," ujar Jamsaton.
Baca Juga: Setor Rp 8,08 triliun, Pertamina EP Cepu penyumbang pajak migas terbesar 2018 Adapun keenam sumur tersebut terdiri dari 4 sumur yang terletak di Wellpad Jambaran East dan 2 di Wellpad Jambaran Central. Sementara itu, tahapan
drilling ditargetkan selesai di Q1 Tahun 2021 untuk mendukung target
onstream GPF di Q2 Tahun 2021. Asal tahu saja, PEPC tengah melakukan kegiatan
rig move yang akan dilanjutkan dengan inspeksi kelengkapan peralatan
rig, dan memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan untuk kesiapan pengeboran telah tersedia. Dari aspek HSSE, PEPC memastikan seluruh operasionalnya dilaksanakan dengan prudent dan sesuai kaidah
operational excellence, berwawasan lingkungan dengan menerapkan standar tinggi terhadap aspek Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL). Per bulan Juni tahun 2019 ini,
Total Recordable Injury Rate (TRIR) berada jauh di bawah toleransi, “0” , dan selama tahun 2019 telah tercapai 2,2 juta jam kerja aman untuk proyek JTB.
Baca Juga: Investasi Blok Masela dirombak lagi, proyek strategis nasional ini terancam molor Tak hanya progres konstruksi dan
drilling, dalam skema
project financing PEPC telah berhasil menuntaskan Financial Close untuk pendanaan Proyek JTB yang melibatkan 8
international lenders dan 4 lenders nasional, dengan nilai pendanaan sebesar US$ 1,85 miliar. “Ini merupakan
project financing pertama di lingkungan Anak Perusahaan Hulu Pertamina, dimana PEPC memiliki misi mengelola sektor hulu migas sekaligus meningkatkan keekonomian proyek dan memaksimalkan nilai bagi pemegang saham,” jelas Jamsaton. Hal tersebut diklaim mengukuhkan peran PEPC sebagai pengelola aset hulu Pertamina yang dikelola dengan standar kelas dunia dan cukup
bankable di mata institusi keuangan internasional.
Sekedar informasi, Proyek Jambaran-Tiung Biru (JTB) yang dikelola oleh PEPC merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dan telah ditetapkan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
Baca Juga: Investasi hulu migas baru capai US$ 1,3 miliar per Januari 2019 Proyek dengan kapasitas produksi
sales gas sebesar 192 MMSCFD tersebut nantinya akan dialirkan melalui Pipa transmisi Gresik-Semarang. Dengan cadangan gas JTB sebesar 2,5 triliun kaki kubik (TCF), JTB diharapkan dapat memberikan
multiplier effect, khususnya untuk mengatasi defisit pasokan gas di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .