KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (
PGEO) akan semakin gencar membangun Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) skala kecil di sejumlah wilayah di Indonesia. Manager Corporate Communication and Stakeholder Management PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Muhammad Taufik mengungkapkan dalam waktu dekat PGEO akan membangun pembangkit panas bumi skala kecil di berbagai wilayah di Indonesia. PGEO juga menggandeng PLN untuk mengeksekusinya. Berdasarkan catatan Kontan.co.id, saat ini lokasi yang menjadi prioritas PGEO untuk Feasibility Studies (FS) PLTP skala kecil di Ulubelu Bottoming Unit (BU) sebesar 30 megawatt (MW) dan Lahendong BU 15 MW.
Baca Juga: PT Pertamina Geothermal Energy Tbk & PT PLN IP Jalin Kemitraan melalui Co-Generation PLTP skala kecil ini memanfaatkan
brine atau air panas bumi untuk menghasilkan listrik sebelum menginjeksikannya kembali ke dalam bumi. Dengan menggunakan teknologi ini, pembangkit panas bumi tidak hanya mengandalkan uap, tetapi juga air panas dari dalam bumi. Keuntungan dari teknologi binary, tidak perlu melakukan pengeboran sumur baru, sehingga penerapannya lebih cepat dan risikonya lebih rendah. Selain itu, konstruksi pembangunan juga berjalan lebih cepat karena sistemnya bersifat modular. Dengan upaya ini, PGEO dapat mengoptimalisasi potensi panas bumi yang kebanyakan terletak di daerah terpencil. Di saat yang sama membuat beban listrik menjadi tidak terlalu tinggi. “Saat ini PGEO mengoperasikan sejumlah PLTP modular di Area Kamojang yang dimiliki oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan kapasitas terpasang sebesar 3 MW di Kamojang dan PLTP Binary dengan kapasitas terpasang 500 kW di Area Lahendong,” ujarnya kepada Kontan.co.id Minggu (25/2). Baru-baru ini, PGEO menjalin kerja sama dengan PT PLN Indonesia Power melalui penandatanganan Joint Development Study Agreement (JDSA) untuk mengembangkan teknologi
co-generation pada panas bumi. Kedua perusahaan akan mengadopsi skema baru peningkatan komersialitas proyek panas bumi melalui
co-generation, dengan menambah kapasitas produksi listrik melalui utilisasi air panas hasil pemisahan uap (brine). Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Julfi Hadi menjelaskan, melalui JDSA ini, terdapat sejumlah target
Feasibility Study (FS), di antaranya adalah proyek co-generation yang atraktif dan bankable dengan kajian yang dilakukan secara komprehensif sehingga mampu mencapai tingkat komersialitas yang optimal. Target lainnya, PGEO dapat mencapai proyek Internal Rate of Return (IRR) yang menarik dengan penyelesaian Power Purchase Agreement (PPA) secara cepat sesuai koridor harga dalam Perpres 112/2022.
Baca Juga: Pertamina Geothermal (PGEO) Gelar MESOP Tahap I, Harga Pelaksanaan Rp 648 per Saham Dalam hal ini, kata dia, pemanfaatan teknologi yang terbukti dan
mature sehingga dapat menghasilkan peningkatan efisiensi, Commercial Operation Date (COD) yang lebih cepat, serta belanja modal yang lebih rendah. Sebagai informasi, PGEO menargetkan 1 GW kapasitas terpasang dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Saat ini Pertamina Geothermal telah mengoperasikan pembangkit dengan total kapasitas terpasang 672 Megawatt (MW). Untuk mencampai target 1 GW, PGEO akan menambahkan 340 MW dalam dua tahun ke depan. Dalam catatan Kontan.co.id, mencapai penambahan 340 MW dibutuhkan investasi sekitar US$ 900 juta atau mencapai Rp 14,35 triliun (asumsi kurs Rp 15.594 per dolar AS). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi