Pertamina Geothermal (PGEO) akan IPO, Simak Prospek Emiten Sektor Hijau di BEI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) siap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Entitas usaha PT Pertamina (Persero) ini bakal menambah ramai emiten dengan bisnis hijau di pasar saham.

PGEO telah memasuki masa book building dalam proses initial public offering (IPO). Dalam aksi korporasi ini, PGEO akan melepas sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham, yang mewakili 25% dari modal ditempatkan dan disetor IPO. 

Rentang harga penawaran yang dipasang PGEO berada di Rp 820 -Rp 945 per saham. Sehingga entitas perusahaan BUMN ini berpotensi meraup dana segar hingga mencapai Rp 9,78 triliun.


Baca Juga: Menakar IPO Jumbo Pertamina Geothermal Energy (PGEO)

PGEO memiliki hak atas 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) baik secara langsung maupun tidak langsung. Total kapasitas terpasang keseluruhan mencapai 1.877 Megawatt (MW). 

Kepala Riset Aldiracita Sekuritas Agus Pramono melihat IPO PGEO akan cukup atraktif untuk menarik antusias pasar. Indikatornya, dapat dilihat dari skala bisnis dan kapitalisasi pasar (market caps) yang terbilang besar, dibandingkan emiten baru yang IPO di awal 2023 dengan skala small-mid caps.

Menurut Agus, market caps yang mini akan cenderung mengurangi antusias investor. Apalagi bagi investor institusi yang bakal minim berpartisipasi. Beda cerita pada IPO emiten dengan market caps di atas Rp 2 triliun. 

"Kalau dari size, (PGEO) besar. Jadi bisa menarik investor institusi masuk karena likuiditasnya ada. (IPO PGEO) bisa atraktif menarik investor," kata Agus kepada Kontan.co.id, Rabu (1/2).

Terlebih, PGEO punya skala aset dan kapasitas yang jumbo di industri panas bumi, ditambah dengan nama mentereng Pertamina sebagai induk usahanya. PGEO pun menjadi pemain utama di industri panas bumi yang secara langsung melantai di bursa saham.

Selama ini, emiten di BEI yang memiliki bisnis panas bumi adalah PT Barito Pacific Tbk (BRPT) melalui Star Energy Geothermal. Panas bumi menjadi bagian dari sederet sektor yang terkait energi terbarukan. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor green energy ini menjadi seksi.

Emiten berduyun-duyun menggelar ekspansi dan diversifikasi ke bisnis hijau yang dinilai akan lebih berkelanjutan. Apalagi dengan adanya indikator Environmental, Social, dan Governance (ESG).

Prospek Saham Hijau

Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya melihat pemenuhan aspek ESG menjadi sangat krusial. Pada saat yang bersamaan, ekspansi ke sektor hijau akan membawa daya tarik. Apalagi, prospek bisnis di masa depan bisa terangkat oleh komitmen pemerintah dalam pengelolaan ekonomi yang ramah lingkungan.

BEI telah mengambil langkah dalam memfasilitasi tren hijau tersebut, melalui indeks berbasis lingkungan dan ESG. Misalnya saja SRI-KEHATI, IDX ESG Leaders (ESGL), dan IDX LQ45 Low Carbon Leaders. "Sehingga investor terfasilitasi untuk memilih saham-saham ramah lingkungan," ujar Cheril.

Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan punya pandangan serupa. Arah kebijakan pemerintah untuk mencapai zero emision pada tahun 2060 akan menjadi angin segar bagi emiten yang menggarap bisnis hijau.

Dus, sektor ini berpotensi memperoleh insentif atau dukungan kebijakan dari pemerintah. Hal ini menjadi katalis positif bagi perkembangan perusahaan ke depan. Terlebih, pemenuhan aspek ESG merupakan faktor penting dalam pertimbangan investasi.

"Emiten yang bergerak di bidang energi baru dan terbarukan berpotensi memiliki poin ESG yang tinggi. Hal ini dapat menjadi katalis positif lain bagi emiten," imbuh Valdy.

Meski emiten di sektor hijau ini punya prospek cemerlang, tapi Agus punya catatan. Emiten yang berbisnis di energi terbarukan saat ini kapasitasnya masih relatif kecil. Sedangkan emiten yang mendiversifikasi ke bisnis hijau masih belum signifikan.

Baca Juga: Mengupas Bisnis, Fundamental dan Valuasi Harga Saham IPO Pertamina Geothermal (PGEO)

Segmen bisnisnya masih terbatas pada ekosistem kendaraan listrik dan pembangkit listrik dengan skala kecil-sedang. Secara bisnis, masih perlu waktu untuk menunjukkan bagaimana ekspansi dan model bisnis yang dijalankan bisa positif mendongkrak kinerja.

"(Emiten) yang termasuk energi terbarukan kan sudah ada. Yang menjadi masalah saat ini investor memang lebih fokus ke earnings daripada sustainability. Jadi mereka harus menunjukkan kinerja yang baik terlebih dulu," jelas Agus.

Valdy turut melihat bahwa saham-saham di sektor hijau ini lebih cocok sebagai pilihan investasi jangka menengah - jangka panjang. Rekomendasi ini juga ditujukan Valdy untuk saham PGEO yang dijadwalkan akan resmi tercatat di BEI pada 24 Februari 2023.

Sementara itu, Cheril menjagokan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Sebab, bahan mineral yang ditambang ANTM merupakan komoditas penting sebagai bahan baku pengembangan ekosistem energi terbarukan, termasuk kendaraan listrik yang sedang digaungkan. 

Selain itu, Cheril juga merekomendasikan PT Indika Energy Tbk (INDY) yang gencar menggelar diversifikasi di luar bisnis batubara. Termasuk kendaraan listrik dan energi terbarukan. Saran Cheril, hold saham INDY dengan target harga Rp 2.500.

"Namun pendapatannya memang masih didominasi dari batubara. Untuk keberhasilan ekspansinya perlu waktu melihat progresnya," tandas Cheril. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi