Pertamina Geothermal (PGEO) Akan Mengerek Kapasitas Produksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten yang bergerak di bidang usaha pemanfaatan panas bumi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) akan terus meningkatkan kapasitas produksinya. Hal ini dilakukan untuk mencapai target pengembangan green economy melalui green energy dan green industry serta sebagai bentuk dukungan bagi Indonesia menuju net zero emission (NZE) 2060.

Sekretaris Perusahaan PGEO Muhammad Baron mengatakan, kapasitas produksi PGEO yang dioperasikan sendiri akan ditingkatkan hingga 1.272 MegaWatt (MW) pada 2027. Dengan kata lain, PGEO akan menambah kapasitas produksi yang dikelola sendiri sebesar 600 MW dalam kurun waktu lima tahun.

Saat ini, PGEO mencatatkan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW. Rinciannya, sebanyak 672 MW dioperasikan secara mandiri dan sebesar 1.205 MW dikelola melalui kontrak operasi bersama alias joint operation contract (JOC). 


Baron mengatakan, peningkatan kapasitas produksi tidak hanya diperuntukkan untuk rumah tangga tapi juga untuk kebutuhan industri. "Alhasil, jumlah kebutuhan energi hijau bisa semakin banyak dinikmati dalam meningkatkan ekonomi Indonesia," ucap Baron saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/3). 

Baca Juga: Pertamina Geothermal (PGEO) Tingkatkan Kapasitas Produksi Hingga 1.272 MW

Berdasarkan perhitungan PGEO, setiap penambahan kapasitas produksi 1 MW dapat menyediakan listrik bagi 1.000 rumah. Sampai dengan saat ini, dengan total kapasitas terpasang 1.877 MW, PGEO dapat menyalurkan listrik untuk sekitar 2.085.000 rumah tangga atau setara 88.752 barrels of oil equivalent per day (BOEPD) bahan bakar fosil. 

Sejalan dengan penambahan kapasitas produksi tersebut, pendapatan perusahaan pun berpotensi terus meningkat. Namun, pihaknya belum dapat menginformasikan perkiraan kenaikan pendapatan tersebut karena memerlukan perhitungan yang lebih detail. 

Direktur Utama PGEO Ahmad Yuniarto menyampaikan, penambahan kapasitas produksi 600 MW akan dilakukan di wilayah kerja yang saat ini telah dimiliki perusahaan. Saat ini perusahaan memiliki 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang tersebar di berbagai daerah atau setara 82% (dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia) dan beroperasi di enam area. 

PGEO merupakan pemegang wilayah kerja panas bumi terbesar di Indonesia. "Dari Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi Utara. Persebaran yang sangat luas menempatkan PGEO memiliki posisi yang sangat bagus," tutur Ahmad.

Menurut dia, dengan penyebaran WKP yang merata ini, maka kebutuhan energi bersih di berbagai wilayah bisa dilakukan oleh PGEO. Melalui pengembangan panas bumi bisa memberikan kontribusi yang sangat penting bagi ketahanan energi.

Baca Juga: Proyeksi Penggunaan Dana IPO PGEO Dinilai Tidak Realistis

Saat ini, PGEO menguasai bisnis pembangkitan dan juga pengelolaan uap panas bumi. Dengan keahlian mengelola Wilayah Kerja Kamojang di Jawa Barat selama 40 tahun, secara kapasitas, perusahaan sangat ahli dalam bidang panas bumi.

PGEO menjual listrik dan juga uap kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN. Ke depannya, PGEO bisa juga untuk mengelola dari hulu sampai hilir agar bisa lebih efisien dalam berbisnis.

Ahmad menjelaskan, pihaknya juga tidak khawatir dengan fluktuasi harga komoditas karena untuk mengoperasikan pembangkit panas bumi tidak diperlukan bahan baku. Dengan demikian, ongkos produksi dari panas bumi sangat kompetitif atau lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit jenis lain.

Kelebihan lain adalah, bisnis panas bumi ini juga tidak perlu menambah investasi untuk mengurangi karbon. Sebaliknya, bisnis panas bumi sangat bersih dan bisa berkontribusi dalam net zero emission

Baca Juga: Pertamina Diminta Fokus pada Bisnis Inti dan Meningkatkan Aspek Keselamatan

Direktur Keuangan PGEO Nelwin Aldriansyah mengungkapkan, dari pengoperasian pembangkit panas bumi 672 MW, sebesar 342 MW adalah penjualan uap ke PLN. Sementara sisanya adalah penjualan listrik ke PLN. 

Kontribusi penjualan listrik secara kapasitas memang lebih sedikit, tetapi karena harga listrik naik, maka perusahaan mendapat pendapatan yang bagus dari PLN. Alhasil, kata Nelwin, kontribusi listrik ke pendapatan bisa 60% dari total pendapatan PGE dan 40% penjualan uap total PGE.

Perlu diketahui, pendapatan PGEO per kuartal ketiga 2022 mencapai US$ 287 juta atau tumbuh 3,9% year on year (yoy). Sejalan dengan itu, PGEO membukukan kenaikan laba bersih signifikan, sebesar 67,8% menjadi US$ 111 juta.

Net profit margin (NPM) juga melesat, dari 24% per kuartal ketiga 2021 menjadi 38,8% per akhir kuartal III-2022. Kinerja solid PGEO didukung kesepakatan kontrak jangka panjang atau rata-rata di atas 20 tahun dengan PLN.

Baca Juga: Ada yang Turun 69%, Begini Nasib Saham-Saham yang Baru Listing di BEI pada 2023

Untuk menambah kapasitas terpasang, Nelwin menjelaskan, PGEO pada 2023 telah menyiapkan investasi baru yang cukup signifikan sebesar US$ 250 juta, dari estimasi belanja modal yang hanya sebesar US$ 60 juta pada 2022. Selanjutnya, pada 2024, PGEO menyiapkan investasi baru sebesar US$ 350 juta. 

Jika ditotal, PGEO menyiapkan investasi senilai US$1,6 miliar sepanjang 2023-2027. Salah satu sumber pendanaannya merupakan dana initial public offering (IPO). Pada aksi korporasi tersebut, PGEO berhasil meraup dana Rp 9,05 triliun.

Malansir prospektus, sekitar 85% dana hasil IPO akan digunakan untuk pengembangan usaha sampai dengan tahun 2025. Dari jumlah tersebut, sekitar 55% digunakan untuk belanja modal alias capital expenditure (capex) atau investasi pengembangan kapasitas tambahan dari WKP operasional saat ini. 

Pengembangan kapasitas dilakukan melalui pengembangan konvensional dan utilisasi co-generation technology untuk memenuhi permintaan tambahan dari pelanggan existing. Sebagian besarnya akan digunakan untuk WKP Lahendong, WKP Hululais, WKP Lumut Balai dan Margabayur, WKP Gunung Way Panas, WKP Sungai Penuh, dan WKP Gunung Sibayak - Gunung Sinabung.

Sekitar 33% akan digunakan untuk capex pengembangan kapasitas tambahan dari WKP operasional PGEO saat ini yang dilakukan melalui pengembangan konvensional dan utilisasi co-generation technology untuk mengantisipasi kebutuhan pasar baru. Pengembangan ini sebagian besar akan digunakan untuk WKP Lumut Balai dan Margabayur, WKP Hululais, WKP Gunung Way Panas, dan WKP Kamojang - Darajat.

Baca Juga: Menakar Prospek Saham Pertamina Geothermal (PGEO) Pasca IPO

Lalu, sekitar 12% akan digunakan oleh PGEO untuk capex pengembangan kemampuan digital, analitik, dan manajemen reservoir untuk mendukung production, operation & maintenance excellence.

Seperti yang sudah diketahui, Indonesia memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar kedua di dunia dan sudah dimanfaatkan sebesar 2.175,7MWe atau 9% untuk Pembangkit Tenaga Panas Bumi (PLTP). Jumlah ini disinyalir akan menyusul Amerika Serikat yang menduduki peringkat pertama dunia. 

Sebagai salah satu anak usaha Grup Pertamina, PGEO memiliki rekam jejak yang kuat dalam mempertahankan operasi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang efektif dan konsisten. Keahlian dalam manajemen reservoir dan keberlanjutan pasokan uap PGEO dibarengi dengan kemitraan bersama mitra bisnis terkemuka dan terkenal memastikan standard operasi yang tinggi. 

Selain itu, PGEO unggul dalam operations and maintenance (O&M) melalui penerapan sistem manajemen dan teknologi digital. Pekerjaan yang konsisten dengan para ahli independen membuat pengembangan kompetensi berkelanjutan untuk semua personel O&M.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati