Pertamina: Harga gas ideal Rp 4.500 bukan Rp 3.100



JAKARTA. PT Pertamina (Persero) saat ini belum siap untuk merealisasikan penggunaan gas alam cair (LNG) untuk transportasi dan alat industri secara masif. Saat ini Pertamina masih menjalani studi kelayakan untuk program LNG for Vehicle dan pilot project-nya masih diterapkan di Kalimantan.

Hari Karyuliarto, Direktur Gas Pertamina menyampaikan Pertamina masih harus mempelajari lebih dalam untuk penerapan LNG untuk transportasi dan alat angkut industri. Saat ini biasanya penggunaan hanya untuk kendaraan umum saja seperti Bus Transjakarta, taksi, dan bajaj.

LNG for Vehicle ini akan ditujukan untuk semua kendaraan baik kendaraan pribadi dan alat angkut industri seperti truk dan container. "Saat ini pilot project masih di Kalimantan, untuk penerapan di Jawa belum dulu, karena masih belajar dulu. Sebab, kita bukan mengkonversi untuk angkutan umum, " kata Hari, Rabu (05/03).


Ia bilang kalau pun diterapkan di luar Kalimantan, akan diberlakukan dulu untuk semua kendaraan angkut milik Pertamina seperti truk-truk elpiji untuk uji coba.

Ia mengatakan memang ada kesenjangan harga gas dan diesel yang besar, namun kata Hari hanya karena harga gas lebih murah daripada diesel itu tidak berarti realisasinya mudah. Harga CNG untuk kendaraan yang berlaku saat ini per liternya Rp 3.100, dan harga tersebut bagi Pertamina kurang ideal untuk saat ini. "Harga Rp3100 itu buat Pertamina tertekan karena perubahan kurs, idealnya itu Rp4500, " kata Hari.

Meskipun pembelian gas dari hulu lebih murah dengan harga US$ 4,7 per mmbtu, tapi Pertamina merasa masih tertekan untuk suplai ke hilirnya.

"Awalnya kita usulkan harga ideal sebesar Rp4500, tapi tetap saja kan ada campur tangan pemerintah. Karena harganya kurang menarik maka, memang BUMN saja yang harus terjun, kalau ada investor swasta yang mau join, mereka tidak akan tertarik, " jelasnya.

Dalam hal konversi ke gas, Pertamina  merasa tidak monopoli dan Hari bilang ia mau kerjasama dalam bentuk join venture karena masalah infrastruktur pipa dan SPBG ini sudah akut, kalau tidak dikerjakan secara masif, akan sulit menjalankan program pemerintah ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan