Pertamina harus dapat kesempatan kelola blok migas



JAKARTA. Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Benny Lubiantara meminta agar perusahaan minyak nasional seperti PT Pertamina diberi kesempatan yang sama dengan perusahaan migas asing dalam melakukan kegiatan eksplorasi.

Namun Benny mengingatkan, agar risiko eksplorasi bisa diminimalisasi, maka Pertamina harus bermitra dengan perusahaan lain, termasuk KKKS asing. Dengan bermitra, lanjut dia, maka risiko bisa dibagi sehingga jika terdapat kerugian, maka tidak terlalu besar. 

“Jadi bukan berarti BUMN atau Pertamina tidak boleh melakukan eksplorasi, namun sebaiknya memang harus berpartner seperti yang sudah dilakukan Pertamina selama ini,” kata Benny dalam keterangan, Senin (31/10).


Begitu pula ketika melakukan eksplorasi di luar negeri, juga harus bermitra. Karena jika tidak, maka akan babak belur ketika tidak menemukan minyak.  “Prinsipnya, jangan meletakkan telur dalam satu keranjang. Karena ketika keranjang jatuh, maka telur akan pecah semua,” ujar Benny.

Anggota Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir menilai, selama ini SKK Migas kurang membela kepentingan perusahaan migas nasional.

Ia menyebut, tidak tepat alasan SKK Migas tidak banyak menyerahkan pengelolaan blok-blok yang tingkat kesulitannya tinggi kepada BUMN perminyakan karena besarnya risiko, sehingga ujung-ujungnya akan membebani negara. Baginya, itu sama saja dengan menghalang-halangi kekuatan nasional untuk lebih ekspansif di sektor hulu. 

Menurutnya, SKK Migas seperti tidak melihat, bahwa usaha migas pada dasarnya memang berisiko. Pembentukan Pertamina pun pada dasarnya adalah untuk mengambil alih risiko tersebut.

“Jadi tidak bisa hanya karena punya risiko tinggi maka BUMN tidak dikasih. Mereka harus transparan untuk semua hal, berikan saja kepada BUMN. Toh jika BUMN merasa tidak akan untung, tentu tidak akan diambil,” kata Inas, Senin (31/10).

Ia juga menepis pernyataan SKK Migas yang menyebut pengambilalihan Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) dan West Madura Offshore (WMO) oleh Pertamina membuat produksi kedua blok tersebut menurun karena lemahnya sumber daya manusia (SDM) di perusahaan migas nasional.

Kalaupun terjadi penurunan harusnya justru menjadi pelajaran dan evaluasi. Yakni, bahwa kepastian kontrak akan diakhiri atau diperpanjang, seharusnya dilakukan jauh-jauh hari. Tidak bisa besok kontrak berakhir, hari ini diputuskan untuk diserahkan ke Pertamina seperti CPP dan WMO.

“Harusnya ditelusuri apa penyebab jatuhnya produksi,” kata Inas, sembari membenarkan bahwa proses transisi Mahakam dari Total ke Pertamina adalah contoh baik, yang bisa diterapkan di masa mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan