KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui, tren penurunan harga minyak mentah di tahun ini menjadi salah satu tantangan berat bagi industri hulu migas saat ini. Persoalan melandainya harga minyak ini juga mempengaruhi rencana aksi korporasi perusahaan di bidang migas. Salah satunya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang menunda rencana untuk melepas sahamnya ke publik lewat aksi IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini. VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menjelaskan bahwa IPO PHE tidak dilaksanakan pada saat ini karena masih perlu mencari waktu yang tepat.
“Hal ini tentunya sejalan dengan ketetapan yang disampaikan Kementerian BUMN melalui Wakil Menteri BUMN beberapa waktu lalu,” ujarnya kepada Kontan.co.id saat dihubungi terpisah.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi Teken Kontrak Kerja Sama Pengelolaan Wilayah Kerja Bunga Lebih lanjut Fadjar menjelaskan beberapa hal yang menjadi pertimbangan di antaranya seiring dinamika kondisi pasar modal dunia dan Asia Tenggara sepanjang tahun 2023 akibat tekanan dari pengaruh resesi global. Dari sisi makro ekonomi global, tren peningkatan suku bunga The Fed menambah beban ekonomi emerging markets untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain harga minyak dunia (Brent) mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu, di mana dalam beberapa bulan terakhir berada di level US$ 70- US$ 80 per barrel dan diprediksi tetap bertahan pada level tersebut hingga 2024. Hal ini juga menjadi faktor yang kurang mendukung pelaksanaan IPO PHE pada saat ini. Melansir data Reuters, pergerakan harga minyak mentah brent (ICE Brent Crude) mengalami tren penurunan sejak tahun lalu. Pada 2022 harga minyak sempat mencapai puncak tertingginya atau menembus US$ 100 per barel untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir. Adapun di tahun lalu harga minyak mentah Brent sempat mencapai titik terendahnya di Desember 2022 yakni US$ 76,61 per barel namun kembali naik hingga mencapai US$ 86 per barel. Sedangkan di 2023, harga minyak mentah Brent sempat menyentuh titik terendahnya pada Mei 2023 senilai US$ 71,85 per barel. Saat ini pada Senin (31/7) harga minyak Brent berada di US$ 84,59 per barel. Pada konteks dalam negeri, rata-rata minyak mentah Indonesia pada Juni 2023 mengalami penurunan sebesar US$ 0,76 per barel dari US$ 70,12 per barel menjadi US$ 69,36 per barel. Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengemukakan, kondisi industri hulu migas di tahun ini memang cukup menantang. “Sebenarnya harga minyak mentah di tahun ini tidak seperti yang diperkirakan sebelumnya, itu yang harus dievaluasi,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (31/7).
Baca Juga: Mengapa KKKS Asing Ini Hengkang dari Proyek-Proyek Migas Indonesia? Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, prediksi skenario harga minyak dunia di tahun ini jika menurut asumsi base case akan berada di kisaran US$ 80 hingga US$ 85 per barel. Sedangkan worst case nya di kisaran US$ 65-US$ 75 per barel. “Mungkin kita antisipasinya antara US$ 75 hingga US$ 85 per barel,” ujarnya dalam paparan realisasi semester I 2023 SKK Migas, Selasa (18/7). Adapun untuk rerata harga minyak mentah Indonesia (ICP) Dwi menyebut perkiraan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ICP bergerak di sekitar US$ 90 per barel. Namun, saat ini realisasi rata-rata Januari-Juni atau semester I 2023 senilai US$ 75,24 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi