JAKARTA. Seperti tidak kenal menyerah, PT Pertamina terus saja mempermasalahkan putusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) Paris di Pengadilan. Setelah gagal membatalkan putusan arbitrase soal komersialisasi lahan minyak milik PT Lirik Petroleum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pertamina juga menggugat Lirik Petroleum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan perbuatan melawan hukum. Langkah ini merupakan sikap Pertamina atas penilaian komersialisasi blok minyak di kawasan Lirik, North Pulai, South Pulai, dan Sago. "Penilaian komersial blok minyak adalah kewenangan Pertamina," kata Basuki Trikora, Vice President Corporate Secretary PT Pertamina, Minggu (28/2).Melalui kuasa hukumnya M Yahya Harahap, Pertamina dan Pertamina EP mendaftarkan gugatan No. 1388 tertanggal 10 Agustus 2009. Dalam berkas gugatan, Pertamina menyasar Lirik Petroleum (tergugat I), ICC (tergugat II), majelis Arbitrase (tergugat III), dan Anita Kolopaking and Patrners (tergugat IV).Selain itu, Pertamina juga menilai Anita Kolopaking and Patners selaku kuasa hukum Lirik melakukan tindakan melawan hukum. Yakni dengan mendaftarkan putusan arbitrase ICC. Pasalnya, Anita tahu dan sadar bahwa pendaftaran putusan arbitrase asing harus disertai keterangan dari perwakilan diplomatik RI. Namun Anita sengaja dan tetap mengajukan permohonan pendaftaran.Untuk itu, Pertamina meminta Majelis Pengadilan Jakarta Selatan untuk mengabulkan permohonannya dengan menghukum Lirik membayar ganti rugi sebesar US$ 426.249 yang merupakan biaya proses pemeriksaan di ICC dan Rp 735.000 yang merupakan biaya perkara pembatalan putusan arbitrase, serta menuntut ganti rugi imateriil sebesar US$ 250 ribu.Menanggapi gugatan tersebut, Lirik menegaskan bahwa ini merupakan upaya Pertamina untuk menghambat putusan arbitrase. "Pertamina hanya mencari celah untuk menghambat proses eksekusi," jelas Anita. Selain itu, menurut Anita, putusan arbitrase sudah bersifat incraht atau final sehingga Pertamina tidak dapat menempuh upaya hukum. Yudho Winarto, Epung SCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pertamina Kembali Gugat Lirik Petroleum
JAKARTA. Seperti tidak kenal menyerah, PT Pertamina terus saja mempermasalahkan putusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) Paris di Pengadilan. Setelah gagal membatalkan putusan arbitrase soal komersialisasi lahan minyak milik PT Lirik Petroleum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pertamina juga menggugat Lirik Petroleum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan perbuatan melawan hukum. Langkah ini merupakan sikap Pertamina atas penilaian komersialisasi blok minyak di kawasan Lirik, North Pulai, South Pulai, dan Sago. "Penilaian komersial blok minyak adalah kewenangan Pertamina," kata Basuki Trikora, Vice President Corporate Secretary PT Pertamina, Minggu (28/2).Melalui kuasa hukumnya M Yahya Harahap, Pertamina dan Pertamina EP mendaftarkan gugatan No. 1388 tertanggal 10 Agustus 2009. Dalam berkas gugatan, Pertamina menyasar Lirik Petroleum (tergugat I), ICC (tergugat II), majelis Arbitrase (tergugat III), dan Anita Kolopaking and Patrners (tergugat IV).Selain itu, Pertamina juga menilai Anita Kolopaking and Patners selaku kuasa hukum Lirik melakukan tindakan melawan hukum. Yakni dengan mendaftarkan putusan arbitrase ICC. Pasalnya, Anita tahu dan sadar bahwa pendaftaran putusan arbitrase asing harus disertai keterangan dari perwakilan diplomatik RI. Namun Anita sengaja dan tetap mengajukan permohonan pendaftaran.Untuk itu, Pertamina meminta Majelis Pengadilan Jakarta Selatan untuk mengabulkan permohonannya dengan menghukum Lirik membayar ganti rugi sebesar US$ 426.249 yang merupakan biaya proses pemeriksaan di ICC dan Rp 735.000 yang merupakan biaya perkara pembatalan putusan arbitrase, serta menuntut ganti rugi imateriil sebesar US$ 250 ribu.Menanggapi gugatan tersebut, Lirik menegaskan bahwa ini merupakan upaya Pertamina untuk menghambat putusan arbitrase. "Pertamina hanya mencari celah untuk menghambat proses eksekusi," jelas Anita. Selain itu, menurut Anita, putusan arbitrase sudah bersifat incraht atau final sehingga Pertamina tidak dapat menempuh upaya hukum. Yudho Winarto, Epung SCek Berita dan Artikel yang lain di Google News