Pertamina Mulai Jual Biosolar Industri



JAKARTA. PT Pertamina (Persero) menjual biosolar untuk keperluan industri mulai kemarin. Biosolar ini dijual dengan harga yang sama dengan harga solar keekonomian alias non subsidi yaitu Rp 5.500 per liter. Dengan harga yang sama, konsumen industri mendapat kualitas bahan bakar yang lebih baik dan lebih ramah lingkungan. Direktur Utama Pertamina Ari Hernanto Soemarno menyebut perusahaan baru bisa mengembangkan biosolar secara besar-besaran di akhir tahun ini karena beberapa faktor. Pertama, karena perusahaan kesulitan mencari bahan baku Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang terbuat dari kelapa sawit. Karena produsen kelapa sawit di awal tahun lebih memilih menjual dagangannya ke pasar ekspor dengan alasan harga dunia sedang tinggi. Walhasil kegiatan pengembangan biosolar dan biopertamax yang dikembangkan Pertamina sejak pertengahan 2006 tidak optimal karena harga produksi BBN lebih tinggi di atas harga BBM. Kedua, pemerintah baru menerbitkan aturan mengenai mandatory campuran Bahan Bakar Nabati sebesar 5% belakangan ini. Serta, belum diterbitkannya aturan mengenai harga BBN oleh pemerintah. "Akhirnya dengan hitungan bisnis kita tentukan harga biosolar industri Rp 5.500 per liter. Kita mampu memproduksi dengan volume 1.000 kilo liter per hari untuk industri dan 1.000 kilo liter lainnya untuk pasokan SPBU," ujar Ari, Selasa (11/11). Ari menambahkan pada 2010 nanti, Pertamina menargetkan mampu memproduksi 3,4 juta kilo liter bahan bakar dengan kandungan BBN 10%. Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menandaskan instansinya sedang mempersiapkan formulasi pasokan domestik (DMO) untuk bahan campuran BBN ini sekitar 50%. Sementara untuk harga jualnya Pemerintah berharap kesepakatan bisa dicapai antara Pertamina dengan industri penggunanya. "Penetapan DMO juga akan menentukan tingkatan harga BBN di dalam negeri. Tapi kita hanya akan menentukan harga jual tertinggi saja," ujar Purnomo. Sementara, Dirjen Migas Departemen ESDM Evita Herawati Legowo menyebut setidaknya ada tiga alternatif penentuan harga BBN. "Target saya formula harga bisa diselesaikan akhir tahun inilah. Ada tiga pilihan formula apakah mengikuti indeks harga BBM, ikuti indeks harga BBN atau campuran. Kalau mengikuti BBM artinya mengikuti MOPS, kalau ikut harga BBN berarti ikut harga internasional," kata Evita. Di awal penjualan biosolarnya ini, General Manager Pemasaran BBM Region III Pertamina Maulanatazi HZ menyebut Pertamina baru akan memasok biodiesel ke 28 konsumen industri yang berada di wilayah Jakarta, Banten, dan Jabar. Dipasoknya 28 konsumen industri itu merupakan tahap awal pemasaran dari target 436 konsumen industri yang ditargetkan akan dicapai tahun depan. Di akhir November ini seluruh SPBU di Region III yang berjumlah 1.287 unit ditargetkan sudah menjual biodiesel dengan kandungan FAME 5%. Selama ini volume penjualan solar di Region III tercatat mencapai 200.000 kiloliter per bulan. Sementara secara total, saat ini SPBU yang melayani penjualan biosolar sudah mencapai 411 di Jakarta saja sementara yang menjual bio pertamax dan bio premium baru 14 SPBU. Karena itu pada 2009 pihaknya menargetkan seluruh SPBU di Jakarta sudah berjualan biosolar maupun bio etanol. Sebelum akhir 2009 Pertamina menargetkan sebarannya sudah mencakup pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sehingga pada 2010 sebaran BBN 5% itu sudah tersebar di 4.000 SPBU di seluruh Indonesia. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: