Pertamina pasok lagi propilena ke Polytama



JAKARTA. Setelah empat bulan menghentikan seluruh aktivitas produksinya, kini PT Polytama Propindo siap memproduksi lagi bahan baku plastik polypropylene (PP). Langkah itu diambil setelah adanya kepastian dari Pertamina kembali memasok propilena ke Polytama.

Amir Sambodo, Presiden Direktur PT Tuban Petrochmical Industries, induk dari Polytama, menjelaskan, pasokan propilena dari Pertamina sedianya dikirim mulai pekan ini. Kepastian ini diperoleh menyusul tuntasnya persoalan utang piutang senilai US$ 21 juta antara Polytama dengan Pertamina.

Menurut Amir, Pertamina menyetujui pembayaran utang Polytama diperpanjang hingga lima tahun ke depan. Terkait skema pembayaran utang, Polytama telah membuka bank garansi senilai US$ 20 juta. Jaminan aset juga telah dibicarakan dengan Bank Mandiri. "Polytama akan mengansur setiap bulan sebesar US$ 1 juta," ungkap Amir, Senin (17/1).


Amir optimistis, produksi Polytama hingga Maret nanti akan mencapai 16.500 ton. Sejak Pertamina menyetop pasokan propilena, Polytama telah kehilangan produksi sekitar 39.000 ton-45.000 ton, dari total produksi tahunan yang mencapai 140.000 ton.

Untuk memenuhi target produksi setahun, Polytama membutuhkan 296.000 ton propilena. Saat ini, total kapasitas terpasang Polytama sebesar 370.000 ton.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Mochamad Harun mengatakan, Pertamina tidak akan mempersulit pasokan kondensat selama Polytama membayar utangnya. "Prinsipnya, utang dibayar dan diberi jaminan, tentu kami akan pasok kembali," kata Harun.

Seperti diberitakan KONTAN sebelumnya, penghentian produksi PP di pabrik Polytama berdampak serius pada industri hilir plastik. Para produsen plastik di sektor hilir mengeluh bahan baku PP mulai langka.

Agar tetap beroperasi, mereka terpaksa mengimpor PP dengan harga mahal. "Kondisi cukup memberatkan para produsen plastik hilir," kata Gunawan Tjokro, Ketua Umum Asosiasi Plastik Hilir Indonesia (Aphindo), belum lama ini.

Menurut Tjokro, harga PP impor mahal lantaran dikenai bea masuk (BM) sebesar 15%. Kondisi itu sangat membebani pengusaha lantaran komponen itu ikut membuat biaya produksi membengkak.

Budi Susanto Sadiman, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Aromatik, Plastik dan Olefin Indonesia (Inaplas), membenarkan adanya kelangkaan PP di industri plastik hilir. Pemicunya memang terhentinya produksi PP dari pabrik Polytama.

Budi berharap, pengoperasian kembali Polytama bisa mengatasi langkanya bahan baku tersebut. Sehingga, bisa mengurangi ketergantungan industri pada impor. "Kami menyambut baik kalau Polytama bisa kembali beroperasi. Yang jelas, ini merupakan kabar baik bagi industri hilir plastik," ujar Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini