Pertamina pastikan proyek DME tidak pengaruhi ekosistem penyaluran LPG di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) turut terlibat dalam proyek gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Perusahaan ini pun memastikan keberadaan proyek tersebut tidak mempengaruhi ekosistem penyaluran LPG di Indonesia.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengaku, salah satu isu utama dalam proyek gasifikasi batubara ini adalah nilai keekonomian yang masih menimbulkan perdebatan. Menurutnya, DME yang diproyeksikan menjadi substitusi LPG dapat dimanfaatkan dengan efektif asalkan infrastruktur penunjangnya telah siap.

Lantas, Pertamina disebut Nicke telah memiliki infrastruktur yang memadai untuk menyalurkan DME tersebut kepada masyarakat.


Dalam hal ini, infrastruktur seperti Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) yang dimiliki oleh Pertamina sudah siap untuk mendukung penyaluran DME, tanpa harus melakukan perubahan pada fasilitas tersebut. Pertamina juga mengklaim masih bisa mengandalkan agen atau pangkalan yang sama untuk menyalurkan DME.

“Secara ekosistem, kami bisa memakai infrastruktur yang sudah ada dan tidak perlu membangun yang baru, sehingga harga produk juga lebih kompetitif,” ujar dia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI, Selasa (9/2).

Baca Juga: Kapal tanker raksasa milik Pertamina siap berlayar salurkan energi nasional

Sebagai informasi, Pertamina saat ini memiliki 566 Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) dan 4.237 Agen LPG PSO di seluruh Indonesia. Selain itu, saat ini 57.828 desa (87%) di Indonesia telah terdapat outlet LPG 3 kilogram.

Pertamina sendiri bertindak sebagai offtaker atau pembeli DME dalam proyek gasifikasi batubara di Tanjung Enim. Proyek Strategis Nasional (PSN) ini juga melibatkan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebagai pemasok batubara dan Air Product sebagai investor dan penyedia infrastruktur pabrik pengolahan DME.

Adapun pabrik tersebut dapat menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun, sehingga diperkirakan dapat mengurangi impor LPG sebesar 1 juta ton. Alhasil, proyek gasifikasi ini dapat menghemat neraca perdagangan sekitar Rp 5,5 triliun per tahun.

Nicke menambahkan, di tahun 2030 nanti kontribusi DME dapat mencapai 45% dari total kebutuhan gas di Indonesia. Selain itu, peran LPG yang diproduksi di dalam negeri juga diperkirakan mencapai 30% di tahun 2030. Di saat yang sama, 15% kebutuhan gas di Indonesia juga dipenuhi dari jaringan gas. Adapun 10% sisanya berasal dari kompor listrik.

“Kontribusi DME bakal meningkat karena kita memiliki cadangan batubara yang besar,” tandas dia.

Selanjutnya: Kementerian ESDM gandeng UNDP untuk penerapan manajemen energi (EnMS) di 3 BUMN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari