Pertamina perluas investasi hulu EBT



JAKARTA. PT Pertamina (Persero) mendukung penuh upaya pemerintah untuk menggenjot pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) yang ditargetkan dapat mencapai sekitar 23% dari total bauran energi pada 2025. Sebagai bentuk aspirasi Pertamina, BUMN energi tersebut  telah mencanangkan pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan sebesar 1,13 Gigawatt  dan produksi biofuel sebesar 1,28 juta KL pada tahun 2019. Peningkatan kapasitas produksi pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan akan bersumber utama dari panas bumi, yaitu sebesar 907 MW, solar photovoltaic dan energi angin masing-masing 60 MW, biomassa 50 MW dan mini atau microhydro dan ocean energy masing-masing 45 MW dan 3 MW. Adapun, untuk biofuel sendiri  akan terdiri dari green diesel dengan kapasitas 0,58 juta KL per tahun, co-processing green diesel 0,14 juta KL per tahun, co-processing green gasoline 0,23 juta KL per tahun, bioavtur 257.000 KL per tahun, bioethanol  sebesar 76.000 KL per tahun, dan 10 ton per hari bio LNG plant. Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengklaim, bahwa Pertamina berkomitmen untuk mencari sumber-sumber energi, termasuk energi baru dan terbarukan yang dapat digunakan untuk menopang kemandirian dan kedaulatan energi nasional. "Pertamina mempertimbangkan pula untuk masuk ke semua lini dari bisnis energi baru terbarukan, tidak sekadar menjadi offtaker, melainkan bisa juga menjadi produsen di bisnis hulu energi baru dan terbarukan,” klaimnya, melalui siaran tertulis yang diterima KONTAN, Rabu (19/8). Sementara itu, Direktur Gas Energi Baru dan Terbarukan Pertamina, Yenni Andayani menambahkan Pertamina siap berinvestasi bisnis hulu Energi Baru dan Terbarukan. Menurut dia, capital expenditure yang diperlukan untuk pengembangan bisnis EBT, di luar panas bumi hingga 2019 diperkirakan mencapai sekitar US$1,5 miliar. Yenni juga menyambut baik adanya berbagai kebijakan pendukung bagi terwujudnya pengembangan energi baru dan terbarukan di Tanah Air, seperti insentif harga untuk pembangkit listrik panas bumi, air, biomassa, dan juga biogas. Dia juga mengungkapkan kebijakan harga memang menjadi kunci sukses bagi pengembangan energi baru dan terbarukan. “Apalagi dengan kondisi harga minyak mentah seperti saat ini, tentu saja energi baru dan terbarukan menghadapi tantangan karena harus berkompetisi dengan energi fosil yang sedang turun harga,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan