Pertamina-PGN harus bersinergi berantas trader gas



JAKARTA. Penangkapan Ketua DPRD Bangkalan, Jawa Timur, Fuad Amin Imron oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan bahwa fenomena trader gas sudah menggurita. Kasus ini juga memberi bukti nyata ada kongkalikong antara mafia migas dengan pejabat daerah. Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga Anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi berpendapat, kasus korupsi alokasi gas di Bangkalan, Madura jadi bukti bahwa mafia migas ada di mana-mana. "Ini semakin membuktikan bahwa mafia migas ada di mana-mana termasuk di alokasi penyaluran gas,” kata Fahmy, Rabu (4/12).

Modus tata kelola migas dalam penyaluran gas ini, lanjut Fahmy, dari PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO) ke BUMD. Tapi BUMD ini di belakangnya ada perusahaan swasta PT Media Karya Sentosa (MKS). Menurutnya sudah mafhum, jika BUMD di daerah yang ditunjuk tidak punya kemampuan sehingga mengajak swasta. “Ini titik lemah tata kelola migas," ujarnya. Kata dia, para trader gas berkuasa juga akibat UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 yang terlalu liberal. Para trader yang tidak punya infrastruktur kemudian bebas masuk mengikuti tender hanya berbekal melakukan penawaran harga lebih tinggi. Selisih harga sekian sen kemudian mengalahkan perusahaan yang memiliki infrastruktur dan punya pengalaman seperti PT Perusahaan Gas Negara (PGN). "Akibat liberalisasi tadi maka penyaluran dari hulu juga bermasalah. Pertama di tender juga titik lemah, trader tidak memiliki infrastruktur karena kedekatan dengan pengambil keputusan, kemudian menang. Gas itu kemudian dijual lagi misal ke PGN lebih mahal, pada akhirnya konsumen yang rugi," tegasnya. Ia menyarankan memang perlu ada kualifikasi khusus atau kriteria khusus ketika trader mengikuti tender misal keseriusan membangun infrastruktur dan juga kemampuan finansial secara transparan. "Jangan sekadar berani menawar harga tinggi kemudian dimenangkan, sementara PGN yang punya infrastruktur justru kalah. Unsur kelayakan tadi harus dipertimbangkan," tegasnya. Ia mengingatkan, akibat permainan alokasi gas sangat berbahaya. Satu daerah bisa sangat kurang pasokan sementara daerah lain berlebihan. Padahal, berbeda dengan minyak yang bisa diangkut dengan kendaraan, gas memerlukan infrastruktur lebih. Dengan berbagai masalah di sektor migas, dia berharap, dua perusahaan BUMN yaitu Pertamina dan PGN bisa bersinergi berbagi peran dan tidak saling sikut. Persaingan dua korporat itu disebut Fahmy memang ada karena UU Migas yang terlalu liberal tadi.

"Saya usul agar ada pembagian di minyak ke Pertamina. Kompetensi lama di gas berikan ke PGN dari hulu mix ke hilir. Sehingga Pertamina bisa bermain di pasar dunia, sementara PGN memiliki kewenangan di hulu sehingga dari sisi pasokan akan lebih terjamin, tidak bergantung ke Pertamina, Chevron, dan lainnya. Kami dari akademisi menyampaikan bukan berdasar isu, tapi data fakta yang sangat akademik," tegasnya. (Sanusi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan