JAKARTA. Proyek pemasangan alat monitoring konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang menggunakan Radio Frequency Identification ( RFid), naga-naganya, bakal gagal total. Pemasangan alat terhenti karena PT INTI tidak sanggup lagi menyediakan alat RFid. Penyebabnya, pelemahan rupiah mengakibatkan harga alat tersebut melambung tinggi. Seperti diketahui, Pertamina telah melakukan tender pengadaan RFid pada akhir tahun 2013. Saat itu, Pertamina sudah menawarkan nilai kontrak dibayar sebesar Rp 21 per liter dari BBM subsidi yang disalurkan dengan sistem penyaluran RFId. Namun saat itu, INTI menyanggupi nilai kontrak dengan harga lebih rendah, yakni Rp 18 per liter. Dengan harga serendah itu, INTI menang tender. Suhartoko, Senior Vice President Fuel and Marketing Pertamina menjelaskan, pada saat tender dilakukan, INTI merasa mampu dibayar Rp 18 per liter dengan acuan kurs dollar Rp 10.000, dan tingkat bunga 5,2%. Nyatanya, situasi terkini berbeda dengan asumsi INTI. Kurs dollar naik hingga Rp 12.000, sedang bunga mengembang hingga 7%.
Pertamina: PT INTI minta revisi kontrak RFid
JAKARTA. Proyek pemasangan alat monitoring konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang menggunakan Radio Frequency Identification ( RFid), naga-naganya, bakal gagal total. Pemasangan alat terhenti karena PT INTI tidak sanggup lagi menyediakan alat RFid. Penyebabnya, pelemahan rupiah mengakibatkan harga alat tersebut melambung tinggi. Seperti diketahui, Pertamina telah melakukan tender pengadaan RFid pada akhir tahun 2013. Saat itu, Pertamina sudah menawarkan nilai kontrak dibayar sebesar Rp 21 per liter dari BBM subsidi yang disalurkan dengan sistem penyaluran RFId. Namun saat itu, INTI menyanggupi nilai kontrak dengan harga lebih rendah, yakni Rp 18 per liter. Dengan harga serendah itu, INTI menang tender. Suhartoko, Senior Vice President Fuel and Marketing Pertamina menjelaskan, pada saat tender dilakukan, INTI merasa mampu dibayar Rp 18 per liter dengan acuan kurs dollar Rp 10.000, dan tingkat bunga 5,2%. Nyatanya, situasi terkini berbeda dengan asumsi INTI. Kurs dollar naik hingga Rp 12.000, sedang bunga mengembang hingga 7%.