JAKARTA. PT Pertamina menyangsikan data Badan Pusat Statistik terkait dengan impor minyak mentah bulan September mengalami kenaikan 20,88% dibanding Agustus 2013. Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa membuat kebutuhan BBM dometsik relatif stabil. “Tidak ada lonjakan impor minyak mentah. Kalau kilangnya sedang dalam perawatan, seharunya impor produk naik,” ujarnya di kantor Pertamina, Jakarta, Jumat (8/11).Sebagaimana diketahui beberapa bulan lalu salah satu kilang minyak Pertamina tengah dalam perbaikan. Namun, akhir Oktober 2013 kilang tersebut sudah kembali beroperasi.Selain didorong kenaikan harga bahan bakar minyak, Ali mengklaim kebijakan Pertamina untuk mengurangi stok di SPBU dari sebelumnya 22 hari menjadi 18 hari juga mampu menekan impor. “Pengurangan stok menjadi salah satu upaya menekan impor. Selain itu, campuran biodiesel dinaikkan dari 7,5% jadi 10%. Tahun depan akan 10% semua untuk seluruh bbm terutama solar,” imbuhnya.Ali mengatakan, naik turunnya stok di SPBU sejauh ini merupakan hal yang biasa terjadi. Namun, ia tak bisa memprediksi kapan pasokan di SPBU kembali normal, lantaran masih menunggu kondisi makro ekonomi yang lebih kondusif.Di sisi lain, Ali menyayangkan munculnya pemberitaan yang tak objektif soal impor minyak dan gas sebagai penyumbang defisit neraca pedagangan. Menurutnya, impor-impor barang mewah, seperti mobil-mobil mewah juga pantas disorot.“Impor migas menjadi penggerak roda perekonomian, tapi impor barang mewah kan tidak. Impor migas itu konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat,” pungkasnya.Berdasarkan data BPS, pekan lalu, nilai transaksi perdagangan Indonesia kembali defisit pada September 2013, yakni US$ 657 juta. Padahal, Agustus 2013, neraca perdagangan mencatat surplus US$ 70 juta. Defisit perdagangan ini dipicu defisit komoditas migas yang sebesar 1,15 miliar dollar AS. Adapun komoditas nonmigas justru surplus US$ 490 juta. Ekspor migas pada September 2013 sebesar US$ 2,515 miliar. Impor migas bulan yang sama mencapai US$ 3,669 miliar. Nilai impor September 2013 terhadap Agustus 2013 untuk minyak mentah masih naik 20,88%, sementara untuk gas naik 2,67%. Adapun hasil atau produk minyak turun 8,87%. Hasil minyak seperti Pertamax, avtur, dan solar.(Estu Suryowati/kompas.com)
Pertamina ragukan data BPS
JAKARTA. PT Pertamina menyangsikan data Badan Pusat Statistik terkait dengan impor minyak mentah bulan September mengalami kenaikan 20,88% dibanding Agustus 2013. Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa membuat kebutuhan BBM dometsik relatif stabil. “Tidak ada lonjakan impor minyak mentah. Kalau kilangnya sedang dalam perawatan, seharunya impor produk naik,” ujarnya di kantor Pertamina, Jakarta, Jumat (8/11).Sebagaimana diketahui beberapa bulan lalu salah satu kilang minyak Pertamina tengah dalam perbaikan. Namun, akhir Oktober 2013 kilang tersebut sudah kembali beroperasi.Selain didorong kenaikan harga bahan bakar minyak, Ali mengklaim kebijakan Pertamina untuk mengurangi stok di SPBU dari sebelumnya 22 hari menjadi 18 hari juga mampu menekan impor. “Pengurangan stok menjadi salah satu upaya menekan impor. Selain itu, campuran biodiesel dinaikkan dari 7,5% jadi 10%. Tahun depan akan 10% semua untuk seluruh bbm terutama solar,” imbuhnya.Ali mengatakan, naik turunnya stok di SPBU sejauh ini merupakan hal yang biasa terjadi. Namun, ia tak bisa memprediksi kapan pasokan di SPBU kembali normal, lantaran masih menunggu kondisi makro ekonomi yang lebih kondusif.Di sisi lain, Ali menyayangkan munculnya pemberitaan yang tak objektif soal impor minyak dan gas sebagai penyumbang defisit neraca pedagangan. Menurutnya, impor-impor barang mewah, seperti mobil-mobil mewah juga pantas disorot.“Impor migas menjadi penggerak roda perekonomian, tapi impor barang mewah kan tidak. Impor migas itu konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat,” pungkasnya.Berdasarkan data BPS, pekan lalu, nilai transaksi perdagangan Indonesia kembali defisit pada September 2013, yakni US$ 657 juta. Padahal, Agustus 2013, neraca perdagangan mencatat surplus US$ 70 juta. Defisit perdagangan ini dipicu defisit komoditas migas yang sebesar 1,15 miliar dollar AS. Adapun komoditas nonmigas justru surplus US$ 490 juta. Ekspor migas pada September 2013 sebesar US$ 2,515 miliar. Impor migas bulan yang sama mencapai US$ 3,669 miliar. Nilai impor September 2013 terhadap Agustus 2013 untuk minyak mentah masih naik 20,88%, sementara untuk gas naik 2,67%. Adapun hasil atau produk minyak turun 8,87%. Hasil minyak seperti Pertamax, avtur, dan solar.(Estu Suryowati/kompas.com)