JAKARTA. PT Pertamina berancang-ancang akan menerbitkan obligasi alias surat utang sebesar US$ 5 miliar di tahun depan. Hasil penerbitan obligasi akan digunakan untuk mendukung investasi sektor hilir dan hulu minyak dan gas bumi (migas). Direktur Utama Pertamina, Dwi Sutjipto menjelaskan, dana hasil penerbitan obligasi tersebut akan difokuskan untuk:
pertama, meningkatkan kapasitas dan modernisasi lima kilang milik Pertamina.
Kedua, meningkatkan produksi migas, dan menambah stok BBM dari 12 hari menjadi 30 hari. Terakhir, untuk membiayai akuisisi blok. Untuk itu, "Penerbitan obligasi akan kami mulai secepatnya," ujar Dwi Sutjipto di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (8/12).
Dwi bilang, untuk meningkatkan kapasitas dan modernisasi kilang, Pertamina sejatinya membutuhkan dana sebesar US$ 25 miliar atau lebih dari Rp 250 triliun. Kata mantan dirut Semen Gresik itu, Pertamina tak bisa menyediakan dana itu sendiri. Makanya, Pertamina akan menggandeng partner demi perbaikan kilang itu. Selain itu, agar proyek itu segera terwujud, "Kami juga minta agar Pertamina tak membayar deviden ke negara," ungkap Dwi. Selama ini, setoran deviden Pertamina berkisar 30%-35% dari laba bersih. Dengan laba bersih Pertamina tahun 2013 sebesar US$ 3,07 miliar, setoran dividen Pertamina mencapai Rp 9,5 triliun. Adapun target laba bersih tahun 2014 sekitar US$ 3,44 miliar. Senior Vice President Business Development PT Pertamina Iriawan Yulianto bilang, untuk meningkatkan kapasitas dan modernisasi kilang, ada empat perusahaan yang siap bekerjasama, yakni PTT Thailand yang akan meningkatkan kapasitas dan modernisasi kilang Balongan. Lalu, Cinopec yang akan mengerjakan kilang Plaju. Sementara Saudi Aramco akan menggarap kilang Dumai dan Cilacap. Terakhir JX Nippon akan menggarap kilang Balikpapan. "Kami berharap tanggal 10 Desember 2014, CEO Pertamina dan CEO empat perusahaan itu akan menandatangani MoU di Jakarta," ujar Iriawan. Harus transparan Direktur Hulu Minyak dan Gas Bumi Pertamina, Syamsu Alam menambahkan, dana obligasi itu akan digunakan untuk meningkatkan produksi anak usaha Pertamina EP, Pertamina Hulu Energi, dan produksi Blok Cepu. "Saat ini baru 40.000 barel per hari (bph), dalam waktu dekat kami akan tingkatkan menjadi 165.000 bph," kata dia. Di Blok Cepu, Pertamina EP Cepu memiliki porsi 50% saham. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku setuju deviden Pertamina ke negara dihapus. Dana ini bisa dipakai untuk berpartner dengan pihak lain dalam mengerjakan kilang atau akuisisi blok migas.
Rini berpesan, Pertamina harus transparan dan memiliki global standar. "Pertamina akan mengeluarkan obligasi di Indonesia atau di New York agar bisa mempunyai standar sama dengan perusahaan minyak di dunia," ungkap dia. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra mengatakan, sebelum Pertamina menerbitkan obligasi, sebaiknya mengevaluasi utang terlebih dulu agar tak menambah beban. Per September 2014 utang Pertamina sudah mencapai Rp 280 triliun. Faisal menilai, bond equity ratio Pertamina sudah 180%. Padahal, perusahaan migas asing lain hanya di kisaran 60% saja. Jika beban utang kian beratn akan menyusajkan Pertamina dalam mencar utang berkupon mini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia