Pertamina temukan 2,75 juta tabung gas 3 kg tak layak jual



JAKARTA. Maraknya kejadian tabung gas elpiji 3 kilogram (kg) yang meledak karena kualitasnya yang rendah membuat PT Pertamina (Persero) harus menarik beberapa tabung gas dari pasar. Hingga kini, jumlah tabung gas 3 kg yang telah ditarik dari peredaran sebanyak 2,75 unit.

Dari situ Pertamina menemukan sekitar 630.000 unit tabung gas 3 kg tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Sedangkan 2,12 juta unit tabung lainnya harus diperbaiki karena sudah tidak sesuai dengan SNI yang telah ditetapkan. "Tapi saat ini baru 950.000 unit tabung yang sudah selesai diperbaiki," kata Direktur Pemasaran dan Niaga, PT Pertamina (Persero), Djaelani Sutomo. Tabung gas yang tidak memiliki label SNI tidak akan diedarkan kembali sebelum dilakukan pengujian ulang sesuai ketentuan dalam peraturan Menteri Perindustrian. Sedangkan, tabung gas ber SNI yang telah selesai dperbaiki akan diedarkan kembali ke pasar.

Untuk meminimalisir jatuhnya korban lagi di masyarakat, Pertamina akan melakukan tes setiap tabung gas elpiji yang masuk ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE) sesuai standar SNI. Pertamina menggandeng Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan, Kementrian Tenaga Kerja dan Ditjen migas untuk melakukan pengawasan tabung gas elpiji 3 kg ini.


Djaelani menjelaskan, tabung gas yang sudah berada di pasar menjadi tanggung jawab Kementrian Perdagangan. Sedangkan pengawasan SNI merupakan tanggung jawab Kementrian Perindustrian. Para produsen tabung gas pun dihimbau untuk mengawasi pengadaan tabung gas elpiji 3 kg yang non SNI agar tidak beredar di pasar.

Sekedar informasi, sepanjang tahun ini Pertamina telah memesan 9,2 juta tabung gas elpiji 3 kg kepada pihak swasta dan perusahaan pemerintah. Swasta mendapat porsi cukup besar sekitar 8 juta tabung gas elpiji 3 kg. Sedangkan perusahaan plat merah hanya kebagian 1,2 juta tabung gas.

Industri hilir merugi

Belum tuntas masalah tabung gas 3 kg, Pertamina pun dipusingkan dengan masalah tabung gas 12 kg yang harga di pasar dianggap terlalu murah. Karenanya, Pertamina kerap merugi.

Tahun 2009 silam contohnya, Pertamina harus menanggung kerugian Rp 3,5 triliun. Dimana, kerugian Rp 2 triliun itu berasal dari penjualan gas elpiji 12 kg. "Untuk itulah kami meminta subsidi kepada pemerintah," kata Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan.

Tahun ini, Pertamina pun masih menanggung rugi sektor hilir. Bahkan laba sektor hulu akan menutup rugi sektor hilir. Sayangnya, Karen enggan menyebut angka kerugian perusahaan yang dipimpinnya itu.

Selama ini untuk sektor hilir Pertamina mengandalkan penjualan bbm ritel. Pertamina mampu mempertahankan pangsa pasar pelumas lebih dari 50%. Namun penjualan bbm ritel, masih belum bisa mendongkrak kinerja perusahaan.

Kerugian Pertamina juga berasal dari anak perusahaannya yakni PT Patra Dok Dumai dan PT Usayana yang memberi kontribusi kerugian Rp 46 miliar. Karena tidak menguntungkan, kedua anak perusahaan Pertamina ini akhirnya dilikuidasi.

Sekedar mengingatkan, tahun 2008 laba Pertamina mencapai Rp 32,9 triliun. Pada 2009, laba usaha Pertamina Rp 23,6 triliun. Turunnya laba terjadi karena kendornya kinerja sektor hilir. Sektor hilir Pertamina masih memperoleh laba Rp 5,1 triliun pada 2008. Semenara pada 2009, sektor hilir merugi Rp 3,5 triliun.

Hingga semester I 2010, Pertamina mencatatkan keuntungan sebesar Rp 15,2 triliun. Targetnya keuntunga Pertamina tahun 2010 sebesar Rp 24,6 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini