KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Budidaya padi sawah menjadi salah satu sumber emisi gas rumah kaca (GRK). Untuk mengantisipasinya, Kementerian Pertanian (Kementan) memperkenalkan inovasi Pertanian Cerdas Iklim (
Climate Smart Agriculture/CSA) melalui pengairan berselang, penggunaan bahan organik matang, dan varietas padi rendah emisi metana dalam Program
Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP). Pada tahun 2023, CSA berhasil menurunkan emisi GRK rata-rata sebesar 35% di lahan persawahan, berdasarkan pengukuran Balai Pengujian Standar Instrumen (BPSI) Lingkungan Pertanian di Pati, Jawa Tengah, yang dilansir oleh Tim SIMURP Kementan.
Baca Juga: Dorong Generasi Muda Kembali ke Pertanian, Kementan Gelar Open Day Pengukuran dilakukan oleh penyuluh bersama petani CSA di bawah koordinasi 25 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tujuh provinsi. Penurunan emisi gas metana (CH4) tercatat antara 15 hingga 445 kg/ha per musim, sedangkan emisi nitrogen oksida (N2O) turun antara 0,27 hingga 1,74 kg/ha per musim. Potensi Pemanasan Global (Global Warming Potential/GWP) juga berkurang antara 686 hingga 11.425 kg CO2-e per hektar per musim. Secara keseluruhan, CSA mampu mengurangi emisi GRK rata-rata 35% dibanding metode non-CSA. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menekankan pentingnya menjaga lingkungan dalam aktivitas pertanian. Ia bialng dibalik produktivitas yang digenjot, lingkungan harus diperhatikan. Salah satu caranya adalah dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Baca Juga: Percepatan Tanam Padi, Petani CSA Grobogan Jadi Target Kementan di Jateng Sementara itu, Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi, menambahkan bahwa Indonesia berkomitmen menurunkan emisi hingga 29% secara mandiri dan hingga 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Menurutnya, setiap aksi adaptasi untuk mengantisipasi dampak buruk perubahan iklim serta menjaga kedaulatan pangan menjadi prioritas utama pembangunan pertanian. Dedi juga menyebutkan perlunya aksi mitigasi yang bertujuan menurunkan emisi GRK, sambil tetap mendukung peningkatan produksi dan produktivitas pertanian. Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) BPPSDMP Kementan, Bustanul Arifin Caya, menjelaskan beberapa inovasi teknologi mitigasi GRK yang diterapkan petani, seperti pengairan berselang, penggunaan bahan organik matang, dan varietas padi rendah emisi dari CSA. Selain itu, terdapat sistem integrasi tanaman dan ternak berupa paket CSA, penggunaan kalender tanam, olah tanah bajak dalam, pemberian bahan organik, penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Bagan Warna Daun (BWD), pemanfaatan bibit unggul bermutu, bibit usia muda, jarak tanam legowo, dan pengairan intermittent melalui Alternate Wetting Drying (AWD).
Baca Juga: Percepatan Tanam Padi, Petani CSA Grobogan Jadi Target Kementan di Jateng Project Manager SIMURP, Sri Mulyani, menyatakan bahwa Program SIMURP merupakan modernisasi irigasi strategis dan program rehabilitasi yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pertanian, Bappenas, Kementerian PUPR, dan Kemendagri. "Lokasi kegiatan Program SIMURP tersebar pada 24 kabupaten di 10 provinsi yang merupakan daerah irigasi maupun daerah rawa," ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (11/6). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli