KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Finalisasi transaksi atau closing deal transaksi pengambilalihan atau akuisisi 80,6% saham PT Holcim Indonesia Tbk (
SMCB) oleh PT Semen Indonesia Tbk (
SMGR) ditargetkan selesai Januari 2019. Pada Selasa (13/11/2018), SMGR resmi mengumumkan mengakuisisi 80,6% saham SMCB senilai US$ 917 juta atau setara Rp 13,47 triliun (kurs Rp 14.735/dollar AS) dari LafargeHolcim. Untuk membiayai akuisisi tersebut, SMGR menandatangani perjanjian fasilitas pinjaman dengan sejumlah bank asing senilai US$ 1,28 miliar atau sekitar Rp 18,97 triliun.
Berdasarkan keterbukaan informasi perusahaan, penandatanganan pinjaman ini ini dilakukan melalui anak usahanya SIIB. Fasilitas pinjaman tersebut diberikan oleh sejumlah bank, yakni Bank BNP Paribas, Deutsche Bank AG Singapore Branch, Maybank Kim Eng Securities Ltd, MUFG Bank dan Standard Chartered Bank. Setelah mengumumkan transaksi tersebut, salah satu kewajiban yang harus dilakukan Semen Indonesia adalah melakukan penawaran tender wajib karena mengakibatkan perubahan pengendali di Holcim. Nanti, Semen Indonesia akan menjadi pengendali baru. Sejak rencana akuisisi ini terdengar, harga saham SMGR dan SMCB mulai bergerak. Harga saham SMCB bahkan telah naik 86,05% dalam tiga bulan terakhir. Lalu efek transaksi ini diprediksi bakal berdampak bagi
debt to equity ratio (DER) perusahaan, pasalnya perusahaan ini akan menggunakan pinjaman bank untuk akuisisi. Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, rencana SMGR untuk melakukan pengambilalihan SMCB merupakan langkah yang positif meski harus dibarengi dengan konsekuensi menambah pinjaman. Rasio utang yang masih cukup rendah sebesar 0,60 kali memberikan kesempatan SMGR untuk menambah
leverage. "Apalagi ditambah dengan potensi yang dimiliki oleh SMCB sehingga dapat menambah kapasitas maupun areal pemasaran semen bagi SMGR," tambahnya, Selasa (27/11) Di sisi lain, ia bilang posisi beban kewajiban Holcim yang cenderung turun nantinya diperkirakan akan dapat terselesaikan dengan baik oleh Semen Indonesia seiring meningkatnya produktivitas operasional. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa aksi akuisisi ini bisa dianggap sebagai utang jangka panjang Semen Indonesia. Adapun per September 2018, rasio utang panjang dengan ekuitas SMGR sebesar 0,34 kali. Lantas dengan adanya tambahan utang Rp 18,97 triliun, maka utang jangka panjangnya akan menjadi Rp 29,24 triliun sehingga utang jangka panjang dengan ekuitas akan menjadi 0,97 kali atau hampir mendekati level ideal sebesar 1 kali. "Tapi, sepanjang masih diikuti dengan pendapatan yang memadai maka masih memungkinkan bagi SMGR mencicil atau melunasi dalam sejumlah periode pembayaran," lanjut Reza. Lebih lanjut ia bilang, strategi yang perlu dilakukan perusahaan untuk kurangi ratio utang adalah dengan melakukan pembayaran cicilan. "Jadi, dari pendapatan yang diperoleh akan dialokasikan untuk pembayaran beban bunga pinjaman tersebut hingga akhirnya terlunasi,” katanya. Beberapa langkah yang bisa diambil perusahaan adalah menerbitkan saham baru atau obligasi, tergantung kondisi pasar. Bisa juga melakukan pinjaman lainnya ke perbankan tetapi hanya mengubah tenor pembayaran menjadi lebih panjang. “Maka, kalau tidak mau menambah beban utang, maka perusahaan perlu meningkatkan pendapatannya," tandasnya. Diduga insider trading Rumor beredar, kenaikan tajam harga saham Semen Indonesia juga diduga dilakukan lewat informasi orang dalam atau lewat insider trading. Tapi Reza mengaku, bahwa belum melihat ada indikasi tersebut.
"Harga SMGR bergerak setelah adanya rencana akuisisi. Kecuali kalau yang terjadi sebaliknya, tidak ada kabar tiba-tiba harga loncat dan setelah loncat baru ada kabar akuisisi, ini yang ada indikasi insider trading," katanya. Dari sisi saham, ia merekomendasikan hold saham SMGR dengan target harga di level Rp per 11.100 saham. Adapun hari ini harga saham SMGR ditutup di level Rp 11.175 per saham atau turun 0,67%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia