JAKARTA. Inisiatif Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menengahi perselisihan antara PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (
PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (
ADRO) pupus. Sebuah pertemuan yang diagendakan berlangsung antara pukul 10.00-14.00 WIB di Menara Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (22/3), gagal menghadirkan salah satu pihak yang berseteru, yakni ADRO. Direktur Utama PTBA Milawarma mengaku mengutus kuasa hukumnya untuk hadir. Sayang, Sekretaris Perusahaan ADRO Devindra Ratzarwin menyatakan tak tahu menahu tentang pertemuan tersebut. Genderang perang antara ADRO dan PTBA mulai ditabuh sejak 19 Agustus 2011. Saat itu, anak usaha ADRO, Alam Tri Abadi, meneken perjanjian pembelian 75% saham Mustika Indah Permai senilai US$ 222,5 juta milik Elite Rich Investment Ltd. Padahal, PTBA menuding Mustika Indah menduduki areal tambang yang telah dieksplorasinya sejak 1990 (lihat: Cerita Sengketa Lahan Tambang di Lahat, Sumatra Selatan).
Milawarma bercerita, pihaknya mendapat izin Kuasa Pertambangan (KP), kini Izin Usaha Pertambangan (IUP), pada 20 Desember 1990. Secara bertahap, izin KP Penyelidikan Umum meningkat menjadi KP Eksploitasi per 11 September 2003 lewat keputusan Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) kala itu, Rosihan Arsyad. Bermula dari pergantian penguasa Namun, per 7 Januari 2004, Gubernur Sumsel yang baru dilantik 7 November 2003, Syahrial Oesman, mengirimkan surat kepada PTBA, yang menyatakan akan meninjau ulang SK dari Rosihan. Alasannya, SK itu terbit tanpa meminta persetujuan dari Bupati Lahat dan Muara Enim, tempat areal tambang PTBA berada. Syahrial pun meminta PTBA mengajukan izin KP Eksploitasi kepada kedua Bupati itu. PTBA menurutinya dan mengirim permohonan izin KP Eksploitasi kepada Bupati Lahat pada 16 Juli 2004. Berselang tiga bulan kemudian, Syahrial mencabut SK Eksploitasi PTBA yang diterbitkan oleh pendahulunya. Di sinilah kericuhan berawal. Bupati Lahat malah memberi izin KP Eksplorasi kepada Mustika Indah Permai, Bukit Bara Alam, Muara Alam Sejahtera, dan Bara Alam Utama antara periode 1 Januari-7 April 2005. Lahan yang diberikan tumpang tindih di KP Eksplorasi PTBA. Padahal, hingga 2003, PTBA telah menghabiskan Rp 206 miliar untuk membiayai pengeboran 280 lubang dengan kedalaman 39.000 meter di areal eksplorasi seluas 26.000 Ha, yang kini menjadi sengketa. PTBA lantas mengajukan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) dan Perdata pada 2005 dan 2008. Milawarma menuduh, Bupati Lahat melanggar asas hak tunggal dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1969 Tentang Pokok Pertambangan. Khususnya, di pasal 25 ayat 2 disebutkan, pemegang KP Eksplorasi yang telah menemukan hasil dalam eksplorasi, mendapat hak tunggal untuk memperoleh KP Eksploitasi di tempat itu. “Jika ini diabaikan, maka kepastian hukum menjadi tidak jelas,” ujar Milawarma kepada KONTAN, Selasa (27/3). Sayang, hingga ke tahap Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) tidak memenangkan gugatan PTBA. Namun, PTBA tak mau menyerah begitu saja. Milawarma bertekad meneruskan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kementerian BUMN sejatinya pernah melaporkan kasus ini ke KPK pada 2006. Namun, saat itu belum terbukti ada kerugian negara. Kini, Milwarma merasa, bukti-bukti sudah cukup. “Sejak 2008, diperkirakan sudah 8 juta ton batubara ditambang dari wilayah sengketa. Selain itu, ada penjualan saham (Mustika) yang menurut kami belum clean and clear,” tuturnya. Kegigihan PTBA bisa dimaklumi. Pada 2007, PTBA menghitung, nilai ekonomis tambang di wilayah sengketa itu mencapai US$ 2,3 miliar. Nilai itu diperkirakan kini sudah naik dua kali lipat. Dari hasil kajian PTBA, nilai kalori produk di sana mencapai 5.000-7.000 kilo kalori per kilogram (kkal/kg). ADRO siap eksploitasi Toh, ADRO tak mau ambil pusing. Berbekal keputusan MA tadi, ADRO berniat memproduksi batubara di tambang Mustika Indah mulai semester II 2012 dengan target awal 500.000-1 juta ton. Hingga 2014, produksi bakal digenjot menjadi 3 juta - 4 juta ton. Baru mulai 2017, angka produksi ditargetkan 10 juta ton per tahun. Berdasarkan studi Australian Joint Ore Reserve Committee (JORC), cadangan batubara Mustika Indah diperkirakan 272,6 juta ton dengan kandungan 4.281 kkal/kg. Kelak, produk ini akan dipasarkan ke Indonesia, China, India, Taiwan, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Belanja modal Mustika Indah 2012-2013 sebesar US$ 50 juta sudah dianggarkan ADRO dari kas internal. Per 31 Desember 2011, kas dan setara kas ADRO tercatat US$ 558,87 juta. Devindra bilang, rata-rata batubara produksi ADRO berkalori 4.900-5.900 kkal/kg. Target produksi tahun ini, tanpa memasukkan Mustika, adalah 50 juta-53 juta ton. Tahun lalu, produksi mereka 47,7 juta ton. Analis Sinarmas Sekuritas James Wahyudi bilang, harga akuisisi Mustika Indah tidak mahal. Dengan cadangan 272,6 juta ton dan harga akuisisi US$ 222,5 juta, harga akusisi per ton hanya US$ 1,23. “Transaksi pada umumnya antara US$ 1-US$ 2 per ton,” terang James. Tahun ini, kontribusi Mustika Indah ke pendapatan dan laba bersih ADRO belum signifikan. Produksi 500.000 ton diproyeksikan hanya berpengaruh 1% terhadap pendapatan ADRO 2012 yang diasumsikan mencapai US$ 4,5 miliar. “Kontribusinya ke laba bersih 2012 sekitar 1,5% dari proyeksi US$ 626 juta,” tutur James. James mematok target harga ADRO senilai Rp 2.000 per saham, cermin dari rasio harga berbanding laba bersih per saham (PER) 2012 di 12 kali. Asumsi ini belum menghitung sumbangan dari Mustika Indah.
Jika variabel Mustika dimasukan, James menaksir, target harga ADRO tahun ini bisa menjadi Rp 2.300 per saham, yang mencerminkan PER di rentang 12-13 kali. Jika ini skenarionya, maka James merekomendasikan beli karena sampai Kamis (29/3), harganya masih Rp 1.920 yang berarti ada potensi gain 19,79%. Sedangkan, analis Onix Capital Bagus Hananto menyebutkan, sentimen positif datang dari kelanjutan kasus di Lahat. Begitu pula saat ADRO mengumumkan hasil studi dari JORC mengenai cadangan batubara di Mustika Indah. “Mustika kelak akan berkontribusi hingga 10 juta ton per tahun dalam jangka menengah,” tuturnya.Tanpa memasukkan asumsi pendapatan dari Mustika, Bagus merekomendasikan beli saham ADRO dengan target harga Rp 2.900. Harga ini mencerminkan PER 2012 sebesar 16,4 kali dan rasio nilai perusahaan dibanding laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EV/EBITDA) 7,8 kali. Di 2012, lanjut Bagus, laba bersih ADRO diperkirakan Rp 176 per saham atau naik 24,82% dari 2011, Rp 141 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini