Pertemuan ECB mengecewakan, harga minyak menyusut



JAKARTA. Pertemuan European Central Bank (ECB) tidak sesuai harapan pasar. Akibatnya, harga minyak melemah. Para analis memproyeksi harga minyak ke depan masih akan melemah.

Kontrak pengiriman minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk September 2012, Jumat (3/8) pukul 16.50 WIB, senilai US$ 88,17 per barel. Harga itu naik 1,19% daripada posisi penutupan sebelumnya, US$ 87,13%. Namun jika dihitung selama sepekan, harga WTI turun 2,17%.

Analis Menara Mas Futures, Abdul Aziz, mengatakan, hasil pertemuan ECB tidak membawa dampak positif terhadap pergerakan harga minyak. "ECB tidak menawarkan langkah yang kongkrit untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi," tutur dia. Stimulus yang ditunggu pasar, ternyata tidak meluncur. The Fed dan ECB sama-sama tidak mengucurkan dana segar.


Konflik yang terjadi di Iran dan Suriah, ikut mengurangi produksi minyak dan stok minyak Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). "Namun, bila perekonomian membaik dan industri bergerak cepat, maka harga minyak bisa kembali naik," kata Abdul. Seharusnya, menjelang Desember permintaan minyak bisa meningkat. Namun, pasar masih tertuju pada menurunnya perekonomian global.

Analis senior Monex Investindo Futures, Ariana Nur Akbar, menambahkan, produksi minyak di Laut Utara berkurang akibat pemeliharaan saluran bahan bakar. Selain itu, data cadangan minyak mentah di Amerika Serikat (AS) turun. Pasar juga menanti data tenaga kerja AS karena pasar kecewa dengan keputusan The Fed dan ECB.

Ariana memprediksi, penurunan harga minyak masih akan berlanjut pekan depan. Embargo minyak dari Iran tidak mempengaruhi penguatan harga minyak. Sebab keadaan ekonomi dunia masih negatif.

Indikator teknikal menunjukkan harga minyak masih akan melemah. Pergerakan guppy multiple moving average (GMMA) menutup celah, yang kemudian berlanjut melandai. Stochastic masih stabil. Sedang moving average convergence divergence (MACD) berada di bawah angka nol, mengindikasikan penurunan. Dia memprediksi minyak memiliki support berkisar US$ 85,95-US$ 79,56. Sedang resistance US$ 89,49 hingga US$ 93,09.

Abdul menilai, minyak berpotensi turun. Dia memprediksi harga minyak, pekan depan, bergerak di level support US$ 85 dengan resistance adalah US$ 90 per barel.

"Bila data ketenagakerjaan terakhir di Amerika bagus, itu pertanda bahwa industri di negara itu baik. Jika itu terjadi, harga minyak bisa positif," tutur Abdul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana