PARIS. Pertemuan para menteri keuangan dan bank sentral negara-negara maju Kelompok 20 (G20) dimulai hari ini, Jumat (18/2). Pertemuan yang berlangsung hingga Sabtu (19/2) di Prancis akan menyepakati indikator yang menjadi acuan menganalisis ketidakseimbangan ekonomi global.Menteri Keuangan Prancis Christine Lagarde mengatakan, indikator itu adalah data perdagangan, saldo rekening pemerintah, pertumbuhan ekonomi, dan akumulasi cadangan devisa. "Kesepakatan atas indikator ini adalah langkah pertama menuju tujuan ambisius G20, yakni menciptakan pertumbuhan ekonomi yang solid, seimbang, dan berkelanjutan," kata Lagarde, kemarin (16/2).Anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Uni Eropa Christian Noyer menambahkan, forum G20 di Prancis kali ini bukan untuk "mengarahkan jari" ke negara tertentu yang mencatatkan defisit atau surplus perdagangan sangat spektakuler, namun menganalisis kelemahan setiap negara. "Ini pendekatan koperatif, bukan konfrontasi," kata Noyer yang hadir dalam pertemuan dengan jurnalis itu.Isu lain tidak kalah penting adalah pembatasan spekulasi harga pangan. Prancis dan Indonesia adalah pendukung agenda ini seperti yang disampaikan dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos belum lama ini. "Kami akan meminta forum nantinya memperhatikan aktivitas para spekulan komoditas yang menyebabkan inflasi di berbagai belahan negara," kata Menteri Keuangan Indonesia Agus Martowardojo, Selasa (16/2).Lagarde mengatakan isu yang spesifik tentang volatilitas komoditas pangan telah masuk di dalam agenda. Namun secara spesifik pertemuan ini akan membahas bagaimana para pemain lebih transparan dan lebih memberi informasi dalam perdagangan global.Dua negara produsen pangan yang penting bagi dunia, Amerika Serikat (AS) dan Brasil sepertinya akan menghadang isu ini. Bagi kedua negara terebut, produksi pangan yang berlimpah adalah jawabannya, bukan membatasi spekulan dengan peraturan.Perang kurs segitigaMasalah lain yang juga menyita perhatian secara global adalah tentang perang kurs antara AS dengan China. AS menuduh China sengaja melemahkan mata uangnya agar barang-barang China di negara tujuan ekspor lebih kompetitif. Sedangkan China keberatan dengan kebijakan AS yang sengaja melemahkan dollar AS dengan kebijakan quantitative easing. Yang seru, di tengah-tengah muncul Brasil yang menuding AS dan China sengaja memperlemah kurs sehingga perdagangan Brasil dirugikan.Lagarde menyebutkan, kebijakan seputar kurs yang diinginkan China, Brazil, dan AS adalah sebuah kebijakan kontrol modal (capital control). Lagarde bilang, pertemuan ini lebih banyak akan membahas seputar kode etik kebijakan semacam itu. Menurut Lagarde, isu perang kurs harus menyepakati lebih dulu apakah cara itu sebagai solusi atau sebagai proteksionisme. "Jika beberapa agenda ini tidak dapat diselesaikan sampai Sabtu, pembahasan akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya," kata Lagarde.Uniknya, anjuran Dana Moneter Internasional (IMF) mengganti kurs dollar AS dengan mata uang IMF, Special Drawing Rights (SDR) tak masuk agenda. Alasannya, AS juga berkepentingan membatasi devisa yang eksesif dan ketidakseimbangan perdagangan global.
Pertemuan G20 dimulai hari ini
PARIS. Pertemuan para menteri keuangan dan bank sentral negara-negara maju Kelompok 20 (G20) dimulai hari ini, Jumat (18/2). Pertemuan yang berlangsung hingga Sabtu (19/2) di Prancis akan menyepakati indikator yang menjadi acuan menganalisis ketidakseimbangan ekonomi global.Menteri Keuangan Prancis Christine Lagarde mengatakan, indikator itu adalah data perdagangan, saldo rekening pemerintah, pertumbuhan ekonomi, dan akumulasi cadangan devisa. "Kesepakatan atas indikator ini adalah langkah pertama menuju tujuan ambisius G20, yakni menciptakan pertumbuhan ekonomi yang solid, seimbang, dan berkelanjutan," kata Lagarde, kemarin (16/2).Anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Uni Eropa Christian Noyer menambahkan, forum G20 di Prancis kali ini bukan untuk "mengarahkan jari" ke negara tertentu yang mencatatkan defisit atau surplus perdagangan sangat spektakuler, namun menganalisis kelemahan setiap negara. "Ini pendekatan koperatif, bukan konfrontasi," kata Noyer yang hadir dalam pertemuan dengan jurnalis itu.Isu lain tidak kalah penting adalah pembatasan spekulasi harga pangan. Prancis dan Indonesia adalah pendukung agenda ini seperti yang disampaikan dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos belum lama ini. "Kami akan meminta forum nantinya memperhatikan aktivitas para spekulan komoditas yang menyebabkan inflasi di berbagai belahan negara," kata Menteri Keuangan Indonesia Agus Martowardojo, Selasa (16/2).Lagarde mengatakan isu yang spesifik tentang volatilitas komoditas pangan telah masuk di dalam agenda. Namun secara spesifik pertemuan ini akan membahas bagaimana para pemain lebih transparan dan lebih memberi informasi dalam perdagangan global.Dua negara produsen pangan yang penting bagi dunia, Amerika Serikat (AS) dan Brasil sepertinya akan menghadang isu ini. Bagi kedua negara terebut, produksi pangan yang berlimpah adalah jawabannya, bukan membatasi spekulan dengan peraturan.Perang kurs segitigaMasalah lain yang juga menyita perhatian secara global adalah tentang perang kurs antara AS dengan China. AS menuduh China sengaja melemahkan mata uangnya agar barang-barang China di negara tujuan ekspor lebih kompetitif. Sedangkan China keberatan dengan kebijakan AS yang sengaja melemahkan dollar AS dengan kebijakan quantitative easing. Yang seru, di tengah-tengah muncul Brasil yang menuding AS dan China sengaja memperlemah kurs sehingga perdagangan Brasil dirugikan.Lagarde menyebutkan, kebijakan seputar kurs yang diinginkan China, Brazil, dan AS adalah sebuah kebijakan kontrol modal (capital control). Lagarde bilang, pertemuan ini lebih banyak akan membahas seputar kode etik kebijakan semacam itu. Menurut Lagarde, isu perang kurs harus menyepakati lebih dulu apakah cara itu sebagai solusi atau sebagai proteksionisme. "Jika beberapa agenda ini tidak dapat diselesaikan sampai Sabtu, pembahasan akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya," kata Lagarde.Uniknya, anjuran Dana Moneter Internasional (IMF) mengganti kurs dollar AS dengan mata uang IMF, Special Drawing Rights (SDR) tak masuk agenda. Alasannya, AS juga berkepentingan membatasi devisa yang eksesif dan ketidakseimbangan perdagangan global.