Pertemuan Selama 3,5 Jam Xi Jinping - Joe Biden, Puncak Kemesraan AS China di Bali



KONTAN.CO.ID -  BADUNG. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping di sela rangkaian G20 Bali. Pertemuan kedua pemimpin negara tersebut berlangsung sekitar 3,5 jam.

Setelah pertemuan tersebut, Biden menegaskan akan menindaklanjuti diskusi dan terus menjaga jalur komunikasi yang terbuka antar kedua negara.

“Saya meminta Menteri Luar Negeri Antony Blinken untuk melakukan perjalanan ke China untuk menindaklanjuti diskusi kami. Juga terus menjaga jalur komunikasi terbuka," terang Biden dalam konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11).

Hubungan kedua negara tersebut sering dibumbui dengan isu tak sedap, terutama terkait persaingan sebagai negara adidaya. 

Setelah pertemuan tersebut, Joe Biden menekankan dirinya tidak mencari konflik dan akan menjaga persaingan yang sehat.

Selain itu, China dan AS sepakat untuk bekerja sama di tengah tantangan global. Menurutnya, di tengah ketidakpastian dunia, setiap negara harus melakukan apa yang menjadi bagiannya. 

Baca Juga: Joe Biden Minta Pejabat AS Blinken Terbang ke China untuk Lanjutkan Diskusi

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden juga menceritakan bahwa hubungan kedua negara tersebut sering dibumbui dengan isu tak sedap, terutama terkait persaingan. Setelah pertemuan tersebut, Joe Biden menekankan dirinya tidak mencari konflik.

"Kami akan bersaing dengan penuh semangat, tetapi kami tidak mencari konflik. Saya ingin mengelola kompetisi secara bertanggung jawab,” terang Biden dalam konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11).

Joe Biden menambahkan, dirinya ingin memastikan setiap negara mematuhi aturan yang berjalan secara internasional. Dirinya juga memastikan bahwa kebijakan One China Policy dari negara Paman Sam tidak berubah.

"Belum berubah. Kami menentang perubahan status quo sepihak. Kami juga berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan,” tambahnya.

Selain itu, China dan AS sepakat untuk bekerja sama di tengah tantangan global. Menurut Biden, di tengah ketidakpastian dunia, setiap negara harus melakukan apa yang menjadi bagiannya. 

Baca Juga: Bertemu Xi Jinping di Bali, Joe Biden: Kami Bersaing Tetapi Tidak Mencari Konflik

Mengutip kantor berita Reuters, pada pertemuan tersebut Presiden AS Joe Biden menyatakan dirinya memperingatkan Presiden Xi Jinping  bahwa Amerika Serikat akan meningkatkan posisi keamanannya di Asia jika Pemerintahan Beijing tidak dapat mengendalikan program senjata nuklir di Korea Utara. 

Selama pertemuan tiga jam kedua pemimpin tersebut juga berbicara keras tentang Taiwan.

Menurut Biden pada pembicaraan langsung pertamanya dengan Xi Jinping sejak ia menjadi presiden Amerika Serikat pada awal 2021, Joe Biden dan Xi Jinping melakukan pembicaraan blak-blakan mengenai beragam masalah atas hubungan AS-China terburuk dalam beberapa dekade.

Namun Biden menegaskan tidak perlu ada Perang Dingin baru dalam hubungan AS China. Selain itu Biden menambahkan dia tidak berpikir China sedang merencanakan yang panas.

Sebelumnya dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan mereka, Xi menyebut Taiwan sebagai "garis merah pertama" yang tidak boleh dilanggar dalam hubungan AS-China, kata Reuters mengutip media China.

Biden mengatakan dia berusaha meyakinkan Xi Jinping bahwa kebijakan AS di Taiwan tidak berubah.

Amerika Serikat berusaha untuk menurunkan ketegangan atas pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu. "Saya kira tidak ada upaya segera dari pihak China untuk menginvasi Taiwan," kata Joe Biden kepada wartawan di Bali.

Baca Juga: Biden Warns Xi About 'Coercive' Taiwan Actions in Three Hour Meeting

Mengenai Korea Utara, Biden mengatakan jika China tidak dapat mengendalikan program senjata Pyongyang, maka Amerika Serikat akan berbuat lebih banyak untuk lebih melindungi sekutu AS di wilayah tersebut.

Seperti kita tahu China telah menghentikan serangkaian saluran dialog formal dengan Amerika Serikat, termasuk perundingan mengenai perubahan iklim dan pembicaraan militer-ke-militer.

Ketegangan hubungan diplomatik Amerika Serikat dengan China terjadi setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan pada Agustus 2022 silam.

"Pertanyaan Taiwan adalah inti dari kepentingan inti China, landasan politik dari hubungan China-AS, dan garis merah pertama yang tidak boleh dilanggar dalam hubungan China-AS," kata Xi Jinping seperti dikutip kantor berita Xinhua. 

China tetap memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari China. Pemerintah pulau yang dipilih secara demokratis menolak klaim kedaulatan Beijing atas pulau itu. 

Baca Juga: Presiden Jokowi Gelar Pertemuan Bilateral Maraton, dari Peresmian Masjid sampai MRT

China juga sering menuduh Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir mendorong kemerdekaan Taiwan.

Kedua belah pihak telah menyiapkan mekanisme untuk mencairkan komunikasi yang lebih intensif dengan mengutus Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk melakukan kunjungan ke China guna menindaklanjuti diskusi antara Joe Biden dengan Xi Jinping. 

"Saya pikir kami saling memahami," kata Joe Biden.

Senyuman dan Jabat Tangan

Sebelum pembicaraan mereka, kedua pemimpin itu tersenyum dan berjabat tangan dengan hangat di depan bendera nasional mereka di sebuah hotel di pulau Bali, Indonesia, sehari sebelum KTT Kelompok 20 (G20) yang akan penuh dengan ketegangan atas invasi Rusia ke Ukraina.

"Senang bertemu dengan Anda," sapa Biden kepada Xi Jinping, sambil merangkulnya sebelum pertemuan mereka.

Biden mengemukakan sejumlah topik sulit yang dia bahas dengan Xi Jinping. 

Menurut Gedung Putih, pembahasan sulit itu termasuk mengajukan keberatan AS terhadap "tindakan pemaksaan dan semakin agresif China terhadap Taiwan", "praktik ekonomi non-pasar" Beijing, dan praktik di "Xinjiang, Tibet, juga Hong Kong, atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia secara lebih luas".

Baca Juga: Investasi Baru Semikonduktor, AS dan Jepang Berambisi Mengembalikan Masa Kejayaan

Keakraban juga terlihat lantaran kedua pemimpin dunia ini tidak ada yang mengenakan masker untuk menangkal COVID-19 saat melakukan pertemuan, meskipun anggota delegasinya memakainya.

Presiden China Xi Jinping mengatakan sebelum pertemuan itu hubungan antara kedua negara mereka tidak memenuhi ekspektasi global, dan pernyataan sesudahnya mencerminkan keretakan yang terus berlanjut.

"Menyelesaikan pertanyaan Taiwan adalah masalah urusan dalam negeri China dan China," kata Xi Jinping kepada media pemerintah China.

"Siapa pun yang berusaha memisahkan Taiwan dari China akan melanggar kepentingan fundamental bangsa China," katanya.

China telah lama mengatakan akan membawa Taiwan di bawah kendalinya dan tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk melakukannya.

Kantor kepresidenan Taiwan mengatakan pihaknya menyambut baik penegasan kembali kebijakan AS oleh Biden. 

"Ini juga sekali lagi menunjukkan sepenuhnya bahwa perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan adalah harapan bersama masyarakat internasional," katanya.

Ketegangan AS - China

Hubungan diplomatik antara AS-China telah bergolak dalam beberapa tahun terakhir dengan meningkatnya ketegangan atas berbagai masalah mulai dari Hong Kong dan Taiwan hingga Laut China Selatan. Kedua negara juga berkonflik dalam praktik perdagangan internasional, termasuk pembatasan AS terhadap teknologi China.

Baca Juga: Investasi Baru Semikonduktor, AS dan Jepang Berambisi Mengembalikan Masa Kejayaan

Tetapi pejabat AS mengatakan ada upaya diam-diam oleh Beijing dan Washington selama dua bulan terakhir untuk memperbaiki hubungan.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan kepada wartawan di Bali sebelumnya bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk menstabilkan hubungan dan menciptakan "suasana yang lebih pasti" untuk bisnis AS.

Dia mengatakan Biden telah menjelaskan kepada China tentang masalah keamanan nasional terkait pembatasan teknologi AS yang sensitif dan telah menyampaikan kekhawatiran tentang keandalan rantai pasokan China untuk komoditas.

Joe Biden dan Xi Jinping, sebelumnya telah melakukan pembicaraan melalui lima panggilan telepon atau video sejak Januari 2021.

Terakhir mereka bertemu langsung selama pemerintahan Presiden Barack Obama saat itu Joe Biden masih menjadi wakil presiden.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo sebagai uan rumah KTT G20 mengatakan dia berharap pertemuan pada hari Selasa (14/11) dapat "menyampaikan kemitraan nyata yang dapat membantu dunia dalam pemulihan ekonominya".

Namun, salah satu topik utama yang krusial di G20 adalah perang Rusia di Ukraina.

Sebelumnya Presiden Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjadi dekat dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Mendarat di Bali, Disambut Menko Luhut dan Gubernur Koster

Kedekatan ini lantaran adanya ketidakpercayaan dari mereka terhadap Barat. Mereka menegaskan kembali kemitraan hanya beberapa hari sebelum Rusia menginvasi Ukraina. 

Tetapi Pemerintah China telah berhati-hati untuk tidak memberikan dukungan material langsung kepada Rusia yang dapat memicu sanksi Barat terhadapnya.

Pada pertemuan puncak Asia Timur di Kamboja pada hari Minggu (13/11), Perdana Menteri China Li Keqiang menekankan "tidak bertanggung jawab" dari ancaman perang nuklir.

Hal ini menunjukkan China tidak nyaman dengan retorika nuklir yang didengungkan oleh Rusia.

Barat menuduh Rusia membuat pernyataan yang tidak bertanggung jawab tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir setelah menyerang tetangganya Ukraina pada Februari. 

Rusia pada gilirannya menuduh Barat hanya menyebarkan retorika nuklir yang bersifat "provokatif".

Menurut agenda, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy akan mendapatkan kesempatan berpidato di G20 melalui videolink pada hari Selasa (14/11) dalam pertemuan di Bali meskipun Ukraina bukanlah anggota G20.

Editor: Syamsul Azhar