Pertumbuhan Asuransi Syariah Tak Sesuai Harapan



JAKARTA. Pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia mengalami perlambatan, gara-gara masalah sosialisasi dan produk asuransi syariah yang kurang variatif. Jadi tak perlu heran kalau masyarakat pun kurang tertarik untuk membeli produk asuransi syariah.

Direktur PT Asuransi Jiwa Central Asia Raya (CAR) Hero Samudra mengakui, pertumbuhan bisnis asuransi syariah memang tidak sebaik yang diperkirakan. "Pelaku bisnis syariah kurang atraktif untuk menarik minat masyarakat, baik dari sisi produk maupun sosialisasi prinsip syariah," ujarnya.

Pertumbuhan bisnis asuransi syariah bagi CAR sendiri kurang sesuai dengan harapan. Sekadar informasi, CAR mulai membuka unit usaha syariah pada tahun lalu. Awalnya, pertumbuhan bisnis unit syariah CAR tahun ini diperkirakan bisa mencapai 30%-50% dari sisi premi maupun pemegang polis. Tapi ternyata, lanjut Hero, pertumbuhannya hanya mencapai 10% saja.


Sejauh ini, CAR sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk memasarkan produk asuransi syariahnya. Pemasarannya sudah menggandeng perbankan syariah seperti BTN Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank Permata Syariah, serta Bank Muamalat. “Namun ternyata pertumbuhannya tetap jauh dari yang kami perkirakan,” jelas Hero.

Sementara itu, Direktur Utama Asuransi Takaful Keluarga Agus Edi Sumanto mengungkapkan, perusahaan asuransi syariah biasanya hanya fokus untuk mengembangkan pertumbuhan premi bukan untuk polis. "Apalagi agen hanya diberi komisi berdasarkan jumlah premi yang mereka dapatkan bukan jumlah polis yang berhasil diterbitkan," tutur Agus.

Selain itu, Agus mengatakan, asuransi syariah lebih banyak memasarkan produk unitlink. Padahal saat ini, kondisi pasar keuangan dan pasar saham tidak kondusif. Ini membuat agen dan nasabah kurang percaya diri untuk mengambil polis.

Agus dan Hero setuju, sosialisasi dan pengenalan yang tepat mengenai produk asuransi syariah dapat membuat pertumbuhan pasar asuransi syariah semakin besar. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sosialisasi di mal atau sekolah-sekolah seperti yang dilakukan oleh Takaful. Selain itu, instrumen investasi syariah harus diperbanyak sehingga tidak terbatas pada instrumen investasi yang sudah ada.

Sebelumnya, data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menunjukkan terjadi penurunan jumlah polis asuransi syariah. Pada akhir tahun 2006, polis asuransi yang diterbitkan oleh asuransi syariah masih sebanyak 3,16 juta polis atau 9,85% dari total polis asuransi jiwa di Indonesia.

Alih-alih bertambah, jumlah pemegang polis asuransi syariah malah menyusut. Pada akhir tahun lalu, pemilik polis asuransi syariah tinggal 2,81 juta. Jumlah ini setara dengan 8,72% dari total polis asuransi jiwa, yang mencapai 32,27 juta. Penurunan tersebut masih berlanjut sampai tahun ini. Hingga akhir semester I 2008 lalu, jumlah polis asuransi jiwa syariah menciut lagi tinggal 2,55 juta polis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie