Pertumbuhan belanja bunga utang pemerintah melambat sepanjang Mei 2019



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat belanja pemerintah untuk membayar bunga utang tumbuh melambat sepanjang Mei 2019. Berdasarkan data realisasi APBN 2019, belanja bunga utang pemerintah mencapai Rp 127,07 triliun. 

Belanja bunga utang pemerintah tersebut tumbuh 13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 13,8% yoy. Pembayaran bunga utang tersebut telah memenuhi 46,06% dari pagu yang ditetapkan dalam anggaran yakni Rp 275,89 triliun untuk sepanjang tahun ini. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, realisasi pembayaran bunga utang yang tumbuh melambat dikarenakan kondisi yield SBN yang cenderung menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2018.


“Variasi komposisi penerbitan dan perbedaan jadwal pembayaran kupon SBN seri benchmark juga menyebabkan pembayaran bunga utang bersifat dinamis,” lanjutnya belum lama ini.

Adapun, tingkat imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) seri benchmark tenor 10 tahun memang terus menurun. Berdasarkan data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Jumat (28/6), yield SUN tenor 10 tahun berada di level 7,33%. 

Terus ditekan di 2020 

Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu Askolani mengatakan, pemerintah selalu mengupayakan belanja yang efisien dan efektif, terutama dalam hal belanja bunga utang. 

“Tentunya beban bunga utang sangat tergantung pada stok pinjaman (surat utang) kita, tapi paling tidak kita bisa menunjukkan kenaikan beban bunga utang menurun di 2019,” ujar Askolani, Kamis (27/6) lalu. 

Tren penurunan belanja bunga utang, lanjut dia, akan semakin terdukung dengan adanya peningkatan peringkat surat utang oleh lembaga-lembaga pemeringkat internasional seperti Standard & Poor’s (S&P).

Belum lama ini, surat utang pemerintah Indonesia yang berstatus investment grade diganjar peringkat BBB dengan outlook stabil sehingga membawa yield menurun. 

“Sudah dua tahun ini surat utang kita investment grade. Ini bentuk keyakinan pihak luar bahwa pengelolaan utang kita baik sehingga yield menurun dan beban bunga utang juga ikut menurun,” tutur Askolani. 

Sementara, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal sebelumnya menilai, tren penurunan yield SUN semestinya memang berpengaruh terhadap beban bunga utang ke depan. Namun, seberapa signifikan penghematan pembayaran bunga utang juga bergantung dari seberapa besar utang baru yang akan diambil oleh pemerintah selanjutnya. 

“Meski tingkat imbal hasil turun, tapi kalau volume utang bertambah tetap saja beban bunga utang besar. Apalagi, prospek pelebaran defisit anggaran tahun ini membesar karena pertumbuhan penerimaan sangat lambat,” kata Faisal.

Di samping itu, pemerintah juga tetap memperluas pasar surat utang di dalam negeri. Hal ini agar volatilitas harga dan tingkat imbal hasil pasar obligasi pemerintah tidak mudah terpengaruh oleh sentimen global seperti selama ini. 

Asal tahu saja, per 27 Juni lalu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mencatat, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 987,03 triliun atau 39% dari total kepemilikan. Jumlah ini naik dibandingkan awal tahun 2019 di mana total kepemilikan SBN oleh investor asing hanya Rp 893,48 triliun atau 37,72% dari total kepemilikan. 

“Pemerintah akan terus memperluas pasar surat utang domestik agar instrumen dapat lebih mudah diperjualbelikan di pasar modal maupun pasar keuangan lainnya,” ujar Askolani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli